Senin, 18 November 2013

ANALISA NORMATIF KODE ETIK NOTARIS

NO
PASAL
KRITIK
SARAN
1
Pasal 3 angka 13
Pasal 3 angka 13 dalam BAB I ‘Ketentuan Umum’ menyebutkan:
Melaksanakan dan mematuhi semua ketentuan tentang tentang honorium ditetapkan perkumpulan
Dalam pasal tersebut terkesan kaku, seharusnya dalam menentukan honorarium, notaris bukan hanya mematuhi standar yang telah ditentukan oleh perkumpulan INI (Ikatan Notaris Indonesia).  Akan tetapi notaris juga harus memperhatikan status sosial dan kemampuan kliennya yang meminta bantuan jasa kenotariatan padanya . Dengan menentukan tarif honorarium yang wajar dan seimbang dan bukan tujuan utamanya adalah komersil yaitu keuntungan. Karena Notaris adalah profesi yang luhur yang lebih mengutamakan pengabdian kepada masyarakat dan Negara
2
Pasal 4 angka 10
Pasal 4 angka 10 dalam BAB III ‘Larangan’ menyebutkan;
 Menetapkan honorarium yang harus dibayarkan oleh klien dalam jumlah yang lebih rebdah dari honorarium yang telah ditetapkan perkumpulan”
Dalam pasal tersebut, bunyinya berkaitan dengan pasal sebelumnya yaitu pasal 3 angka 13 dimana terkait dengan penetapan honorarium. Pasal tersebut terlihat seolah-olah jabatan notaris merupakan jabatan yang memiliki unsur komersil. Hal ini terlihat dari larangan kepada notariss untuk memberikan tarif lebih rendah daripada yang ditetapkan oleh perkumpulan INI (Ikatan Notaris Indonesia). Karena dalam menentukan tarif kepada klien, notariss harusnya melihat status social, keadaan ekonomi serta kemampuan kliennya, tidak serta merta sebagai kegiatan komersil.
3
Pasal 4 angka 13
Pasal 4 angka 13 dalam BAB III ‘Larangan’ menyebutkan;
 “Membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat eksklusif dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi atau lembaga, apalagi menutup kemungkinan bagi notaris lain untuk berpartisipasi”
Dalam pasal tersebut , notaris tersebut tidak boleh membentuk suatu kelompok. Seharusnya notaris boleh membentuk kelompok-kelompok tertentu dengan tujuan melayani instansi atau lembaga. Pasal tersebut terlalu abstrak dan belum kongkrit dibahas mengenai alasan dibentuknya kelompok notaris dengan teman sejawatnya. Yang dilarang apabila perkumpulan tersebut melakukan kegiatan dengan unsure komersil atau ajang mempromosikan diri, dan menutup kemungkinan kepada notaris lain untuk tidak dapat berpartisipasi. Kalau hanya sekedar berkumpul dan memiliki tugas melayani kepentingan masyarakat yang tergabung dalam suatu instansi atau lembaga, seharusnya tidak dilarang asalkan dengan tetap menjunjung tinggi keluhuran profesi notaris
4
Pasal 15 angka 2
Dalam pasal 15 angka 2 dalam BAB VII ‘Ketentuan Penutup” menyebutkan;
“Hanya pengurus pusat dan/atau alat perlengkapan yang lain dari perkumpulan atau anggota yang ditunjuk olehnya dengan cara yang dipandang baik oleh kedua lenmbaga tersebut berhak dan berwenang untuk memberikan penerangan seperlunya kepada masyarakat tentang Kode Etik Notaris dan Dewan Kehormatan”
Dalam pasal tersebut yang kami garis bawahi adalah ‘penerangan seperlunya kepada masyarakat’. Masyarakat sebagai kontrol social seharusnya mengetahui secara mendalam mengenai kode etik yang telah ditetapkan oleh INI (Ikatan Notaris Indonesia),  bukan hanya penerangan seperlunya yang hanya merupakan garis besar, sehingga masyarakat dapat menjadi kontrol terhadap perilaku dan  sikap notaris dalam menjalankan profesinya luhurnya sebagai notaries.






Sabtu, 16 November 2013

PERBEDAAN UU NO.1/1967 DENGAN UU NO.25/2007

UU  NO. 1 Tahun 1967
UU No. 25 Tahun 2007

Pengertian investasi asing berdasarkan  undang-undang No. 1 Tahun 1967           (sebagai
UU Lama) hanyalah meliputi :
Investasi asing  secara langsung (Foreign Direct Invesment),  berarti investor  secara
tangsung menjalankan perusahaan yang bersangkutan di Indonesia:
Bukan  investasi  portofolio investment, yaitu investasi yang dilakukan  melaiui pasar
modal, yaitu dengan melakukan pembelian saham.
Catatan :
Kepemilikan
-
saham  - melalui pasar modal tidak dengan sendirinya menjalankan
perusahaan tersebut.
Karena setiap saat  investor dapat melepaskan saham yang dimilikinya  yang berarti
dapat melakukan devestasi kapan  saja

Adapun  UU No. 25 Tahun 2007 memberikan definisi Investasi sebagai berikut : :
Psl.1(1) 25 / 2007
"Penanaman Modal ( Investasi ) adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh
- Penanam ( investor ) Modal Dalam Negeri maupun
- Penanam ( investor ) Modal Asing
- Untuk melakukan usaha
- Di wilayah - Negara Republik Indonesia":
Lebih lanjut dalam penjelasan  Pasal 2 UU No.25 tahun 2007 disebutkan bahwa                   
yang dimaksud dengan penanaman modal berarti dilakukan
- Di semua  sektor
- Di wilayah negara Republik Indonesia
- Merupakan penanaman modal langsung  dan
- Tidak termasuk penanaman modal tidak langsung atau portofolio
Berdasarkan kategori  Pasal 2 UU No. 1 Tahun 1967 pengertian investasi asing terdiri dari 3
(tiga) kategori yaitu :
,
(1) Alat pembayaran luar negeri (valuta asing) yang tidak merupakan bagian dari kekayaan
devisa Indonesia, yang dengan persetujuan Pemerintah digunakan untuk membiayai
perusahaan di Indonesia. Oleh karenanya, hasil ekspor Indonesia yang berbentuk valuta
asing tidak merupakan modal asing.
(2) Alat-alat untuk perusahaan, penemuan-penemuan baru (paten) milik orang asing dan
bahan-bahan, yang dimasukan dari luar kedalam wilayah Indonesia, selama alat -alat
tersebut tidak dibiayai dari kekayaan devisa Indonesia.
Dengan pengertian ini, modal tidak selalu dalam bentuk tunai, dengan demikian 
mesin-mesin, paten (HAKI) dapat dinyatakan sebagai modal,.  Hal ini juga sejalan
dengan pengertian dalam Undang-undang Perseroan Terbatas No. 1 Tahun 1995.
(3) Hasil perusahaan yang berdasarkan UU ini diperkenankan ditransfer, tetapi
dipergunakan untuk membiayai perusahaan di Indonesia.
Misalnya, keuntungan perusahaan penanam modal asing yang diperolehnya di
Indonesia, tidak ditransfer ke luar negeri, tetapi ditanamkan kembali di Indonesia.
a. Investasi Asing
Berdasarkan Pasal 1 ( 3 ) UU No. 25 Tahun 2007 menyebutkan :
"Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha
- Di wilayah Republik Indonesia
- Dilakukan oleh Penanam modal Asing,
- Yang menggunakan modal asing sepenuhnya
- Maupun modal yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri"

b. Modal Asing
Pasal 1 ( 8 )UU No. 25 Th. 2007menyebutkan:
Modal Asing adalah Modal yang dimiliki oleh
- Negara Asing,
- Perseorangan Warga Negara Asing,
- Badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki  oleh  pihak
asing
Dalam UU No.1 ( Tahun 1967) menentukan bahwa;
Pemerintah menetapkan daerah berusaha perusahaanperusahaan modal asing di Indonesia.
dengan memperhatikan :
- Perkembangan ekonomi nasional maupun ekonomi daerah
- Macam perusahaan,
- Besarnya penanaman modal dan
- Keinginan pemilik modal asing.
Pelaksanaan ketentuan tersebut sekarang harus memperhatikan
- Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah dan
- Undang-undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Dengan pengertian bahwa daerah daerah otonom dalam hal  ini kabupaten dapat
menentukan bidang-bidang usaha yang akan dikembangkan dengan mengundang modal
asing.
Dalam UU No. 25 Tahun 2007 sudah mengakomodir kewenangan Pernerintah daerah untuk :
- Menjalankan otonomi seluas luasnya dalam mengatur dan mengurus sendiri
penyelenggaraan investasi berdasarkan asas otonomi daerah :
- Tugas pembantuan atau dekonsentrasi.
Oleh karena itu, peningkatan koordinasi kelembagaan tersebut harus dapat diukur dari
- Kecepatan pemberian perijinan investasi
- Kecepatan penyediaan  fasilitas investasi
- Biaya yang berdaya saing FILE:
Agar dapat memenuhi prinsip demokrasi ekonomi.
UU No. 1 Tahun 1967 menetapkan bidang-bidang usaha yang
tertutup untuk penanaman modal asing secara penguasaan penuh (artinya 100% modal
asing).
Dalam bidang-bidang tersebut, pengusahaan harus dilakukan bersama-sama dengan
pengusaha nasional (local) dalam bentuk perusahaan patungan  (Joint Venture).  Bidangbidang yang menyangkut hajat hidup rakyat banyak
Pasal 6 (1) UU No. l Tahun 1967  yaitu :
a. Pelabuhan-pelabuhan
b. Produksi, transmisi dan djstribusi tenaga listik untuk umum                  
c. Telekomunikasi
d. Pelayaran
e. Penerbangan
f: Air minum
g. Kereta api umum
h  Pembangkit tenaga atom
i. Mass media
Setiap tahun menetapkan skala prioritas (Daftar Skata Prioritas / DSP) bidang usaha yang
terbuka bagi modal asing.
Diluar daftar tersebut, bidang usaha lainnya tertutup untuk modal asing.

Pasal 12 ayat (2) dan (3) UU No. 25 Tahun 2007
a. Produksi senjata, mesin, alat peledak dan peralatan perang; dan
b. Bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang
c. Berdasarkan Kriteria kesehatan, modal, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan dan
keamanan nasional, serta kepentingan nasional tainnya.

Dalam perkembangannya DSP  digantikan dengan Daftar Negatif Investasi. (DNI),
yang menyebutkan bidang-bidang usaha yang
(1) Tertutup penuh untuk modal asing dan modal nasional.
(2) Bidang usaha yang boleh dilaksanakan dengan pengusahaan penuh oleh investor
asing.
(3) Bidang usaha yang harus dijalankan bersama dengan pengusaha lokal, dan
(4) Bidang usaha yang hanya diperuntukkan bagi pengusaha lokal.
UU No.1 Tahun 1967 telah menentukan bahwa
a. Pemerintah Indonesia tidak akan melakukan tindakan nasionalisasi/ pencabutan hak
milik secara menyeluruh atas perusahaan perusahaan modal asing
b. Atau tindakan-tindakan yang mengurangi hak mengusai dan/atau mengurus
perusahaan yang bersangkutan,
c. Kecuali jika dengan undang-undang dinyatakan . kepentingan negara menghendaki
tindakan demikian.
UU No. 25 Tahun 2007
Pemerintah Indonesia tidak akan melakukan tindakan nasionalisasi atau pengambilalihan
hak kepemilikan penanam modal kecuali dengan undang-undang. .







KESADARAN HUKUM, KETAATAN HUKUM DAN SANKSI-NYA


v    TEORI KESADARAN HUKUM
Kesadaran hukum dalam arti sempit adalah “apa yang diketahui orang tentang apa yang demi hukum harus dilakukan, dan tak harus dilakukan” disini, sadar diartikan sebagai ‘menjadi tahu’. Dalam artinya yang lebih luas, kesadaran hukum meliput tudak hanya fenomena ‘sudah menjadi tahu,. Akan tetapi juga lebih lanjut menjadi sudah berkemantapan hati untuk mematuhi apa yang diperintahkan oleh hukum. Dengan oerkataan lain, dalam arti yang lebih luas ini, apa yang disebut kesadaran itu tidak hanya akan meliputi dimensi koknitif dan dimensi afektif.
Kesadaran dalam arti yang sempit terjadi karena proses pengkabaran, pemberitahuan, dan pengajaran lewat proses – proses ini orang menjadi tahu isi normative yang terkandung dalam kaidah –  kaidah hukum. Dan sehubungan dengan itu, ia akan segera menyesuaikan segala perilakunya ketuntutan – tuntutan kaidah. Proses pengkabaran dan pengajaran semacam ini acap kali berlanjut dalam rupa proses pendidikan, ialah prses pembangkitan rasa patuh, dan setia. Pendidikan tidak hanyta menanamkan pengetahuan baru saja akan tetapi juga hendak menggugah perasaan afeksi dan membentuk sikap positif. Lewat prises lanjutan ini, diharapkan akan dapat dibangkitkan rasa taat yang ikhlas warga masyarakat kepada hukum dan apabila kepatuhan yang ikhlas ini dapat terujud, maka hukum pun akan dapat bekerja dengan efektif tanpa perlu meboros – boroskan sanksi.
Pembentukan masyarakat sadar hukum dan taat akan hukum merupakan cita-cita dari adanya norma-norma yang menginginkan masyarakat yang berkeadilan sehingga sendi-sendi dari budaya masyarakat akan berkembang menuju terciptanya suatu sistem masyarakat yang menghargai satu sama lainnya, membuat masyarakat sadar hukum dan taat hukum bukanlah sesuatu yang mudah dengan membalik telapak tangan, banyak yang harus diupayakan oleh pendiri atau pemikir negeri ini untuk memikirkan hal tersebut.
Peranan hukum didalam masyarakat sebagimana tujuan hukum itu sendiri adalah menjamin kepastian dan keadilan, dalam kehidupan masyarakat senantiasa terdapat perbedaan antara pola-pola perilaku atau tata-kelakuan yang berlaku dalam masyarakat dengan pola-pola perilaku yang dikehendaki oleh norma-norma (kaidah) hukum. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya suatu masalah berupa kesenjangan sosial sehingga pada waktu tertentu cenderung terjadi konflik dan ketegangan-ketegangan sosial yang tentunya dapat mengganggu jalannya perubahan masyarakat sebagaimana arah yang dikehendaki. Keadaan demikian terjadi oleh karena adanya hukum yang diciptakan diharapkan dapat dijadikan pedoman (standard) dalam bertindak bagi masyarakat tidak ada kesadaran hukum sehingga cenderung tidak ada ketaatan hukum.
Hukum yang diciptakan diharapkan dapat dijadikan pedoman (standard) dalam bertindak bagi masyarakat, meskipun harus dipaksa. Namun demikian masyarakat kita tidak sepenuhnya memahami tujuan dari hukum tersebut, maka timbul ketidak sadaran dan ketidak taatanhukum. Hukum merupakan hasil kebudayaan yang diciptakan untuk maksud dan tujuan tertentu. Pada umumnya manusia adalah mahluk berbudaya, memiliki pola pikir dalam menghargai kebudayanya.
Membangun kesadaran hukum tidaklah mudah, tidak semua orang memiliki kesadaran tersebut. Hukum sebagai Fenomena sosial merupakam institusi dan pengendalian masyarakat. Didalam masyarakat dijumpai berbagai intitusi yang masing-masing diperlukan didalam masyarakat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan memperlancar jalannya pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut, oleh karena fungsinya demikian masyarakat perlu akan kehadiran institusi sebagai pemahaman kesadaran hukum.
Beberapa faktor yang mempengarui masyarakat tidak sadar akan pentingnya hukum adalah :
1. Adanya ketidak pastian hukum;
2. Peraturan-peraturan bersifat statis;
3. Tidak efisiennya cara-cara masyarakat untuk mempertahankan peraturan yang berlaku

v    TEORI KETAATAN HUKUM
Ketaatan hukum tidaklah lepas dari kesadaran hukum, dan kesadaran hukum yang baik adalah ketaatan hukum, dan ketidak sadaran hukum yang baik adalah ketidak taatan. Pernyataan ketaatan hukum harus disandingkan sebagai sebab dan akibat dari kesadaran dan ketaatan hukum.
Hukum berbeda dengan ilmu yang lain dalam kehidupan manusia, hukum berbeda dengan seni, ilmu dan profesionalis lainya, struktur hukum pada dasarnya berbasis kepada kewajiban dan tidak diatas komitmen. Kewajiban moral untuk mentaati dan peranan peraturan membentuk karakteristik masyarakat.
Didalam kenyataannya ketaatan terhadap hukum tidaklah sama dengan ketaatan sosial lainnya, ketaatan hukum merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan dan apabila tidak dilaksanakan akan timbul sanksi, tidaklah demikian dengan ketaatan sosial, ketaatan sosial manakala tidak dilaksanakan atau dilakukan maka sanksi-sanksi sosial yang berlaku pada masyarakat inilah yang menjadi penghakim. Tidaklah berlebihan bila ketaatan didalam hukum cenderung dipaksakan.
Ketaatan sendiri dapat dibedakan dalam tiga jenis, mengutip H. C Kelman (1966) dan L. Pospisil (1971) dalam buku Prof DR. Achmad Ali,SH Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) Termasuk Interprestasi Undang-undang (legisprudence):
1. Ketaatan yang bersifat compliance, yaitu jika seseorang menaati suatu aturan, hanya karena takut terkena sanksi. Kelemahan ketaatan jenis ini, karena membutuhkan pengawasan yang terus-menerus.
2. Ketaatan yang bersifat identification, yaitu jika seseorang menaati suatu aturan, hanya karena takut hubungan baiknya dengan pihak lain menjadi rusak.
3. Ketaatan yang bersifat internalization, yaiutu jika seseorang menaati suatu aturan, benar-benar karena merasa bahwa aturan itu sesuai dengan nilai-nila intristik yang dianutnya.

Pemahaman Kesadaran hukum dan ketaatan hukum yang mana dijelaskan bahwa :
1. Kesadaran hukum yang baik, yaitu ketaatan hukum, dan
2. Kesadaran hukum yang buruk, yaitu ketidaktaatan hukum.
Kewajiban moral masyarakat secara individu untuk mentaati hukum, tidak ada yang mengatakan bahwa kewajiban merupakan sesuatu yang absolut, sehingga terkadang secara moral, kita dapat melanggar hukum, namun tidak ada pakar hukum, yang secara terbuka atau terang-terangan melanggar hukum. Kita memiliki alasan moral yang kuat untuk melakukan apa yang diperintahkan oleh hukum, seperti, tidak melakukan penghinaan, penipuan, atau mencuri dari orang lain. Kita harus mentaati hukum, jika telah ada aturan hukum yang disertai dengan ancaman hukuman. Mereka yang yakin akan hukum, harus melakukan dengan bantuan pemerintah, dan mereka yakin, akan mendapat dukungan dai warga masyarakat.
v    TEORI SANKSI
Sanksi ialah sejumlah derita yang sengaha sibebankan oleh masyarakat kepada warganya yang telah terbukti melanggar kaidah hukum.
Sanksi merupakan aktual  dari norma hukum yang mempunyai karakteristik sebagai ancaman atau sebagai sebuah harapan. Sanksi akan memberikan dampak positif atau negatif terhadap lingkungan sosialnya. Disamping itu, sanksi ialah penilaian pribadi seseorang yang ada kaitannya dengan sikap perilaku dan hati nurani yang tidak mendapatkan pengakuan atau dinilai tidak bermanfaat bila ditaati. Pengaruh hukum dan konsep tujuan, dapat dikatakan bahwa konsep pengaruh berarti sikap tindak atau perilaku yang dikaitkan dengan suatu kaidah hukum dalam kenyataan, berpengaruh positif atau efektifitasnya yang tergantung pada tujuan atau maksud suatu kaidah hukum. Suatu tujuan hukum tidak selalu identik dinyatakan dalam suatu aturan dan belum tentu menjadi alasan yang sesungguhnya dari pembuat aturan tersebut.



·         sanksi negatif              : diberikan bagi anggota masyarakat yang melanggar norma                                                                           (hukuman/pidana)
·         sanksi positif               : bagi yang mematuhi larangan/perintah dari norma itu  (penghargaan/hadiah)
·         sanksi formil                : dirumuskan/ditettapkan dalam peraturan perundang-undangan secar tertulis sehingga sifatnya lebih pasti
·         sanksi informil : dirumuskan secara tidak tertulis (hukum adat)

Mereka menggunakan istilah sanksi (sanction) untuk merujuk reaksi yang diperoleh orang karena menaati atau melanggar norma. Sanksi positif (positive sanction) diberikan kepada orang-orang yang menaati norma sebagai ungkapan persetujuan atas tindakan/perilaku yang mengikuti norma. Sanksi negatif (negative sanction) diberikan untuk mencerminkan ketidaksetujuan terhadap pelanggaran norma. Sanksi positif dapat berupa materi, misalnya hadiah, piala, atau uang, atau dapat pula berupa tindakan-tindakan seperti pelukan, senyuman, tepukan di punggung, kata-kata hiburan, jabatan tangan, atau salam dengan saling menepuk telapak tangan (high fives).
Sanksi negatif dapat berupa materi, misalnya dikenakan denda oleh pengadilan, atau dapat pula berupa hal-hal yang simbolik, misalnya kata-kata keras, atau isyarat-isyarat seperti dahi yang mengkerut, tatapan mata, rahang terkatup rapat, atau acungan kepalan tinju.

KREDIT MACET SEBAGAI PROBLEMATIKA PERBANKAN INDONESIA


BAB 1 PENDAHULUAN
LATAR BALAKANG:
Pada jaman sekarang, Bank merupakan lembaga keuangan yang tak asing lagi. Bank dijadikan mitra dalam rangka pemenuhan kebutuhan keuangan mereka. Bank digunakan sebagai tempat untuk melakukan transaksi keuangan. Seperti pengiriman uang, penagihan, dan untuk kebutuhan lainnya.
Salah satu layanan dari Bank adalah ‘pemberian kredit’. Kredit merupakan suatu fasilitas keuangan yang memungkinkan seseorang atau badan usaha untuk meminjam uang untuk membeli produk dan membayarnya kembali dalam jangka waktu yang ditentukan.
UU No. 10 tahun 1998 menyebutkan bahwa kredit adalah “penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka watu tertentu dengan pemberian bunga.”Jika seseorang menggunakan jasa kredit, maka ia akan dikenakan bunga tagihan.
Dalam Pelayanan pemberian kredit, tak lepas dari permasalahan. Permasalahn dalam kredit biasanya disebut dengan kredit macet. Kredit macet adalah suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan.
RUMUSAN MASALAH:
·         Apa penyebab yang mendasari munculnya kredit macet baik dari pihak bank (kreditur) maupun nasabah (debitur)?
·         Apa indikasi suatu Bank yang dapat dikatakan mengalami kredit macet?
·         Bagaimana cara Bank untuk mengurangi atau mencegah kemungkinan terjadinya kredit macet?
·         Usaha apa yang dapat dilakukan apabila Bank mengalami kredit macet?
TUJUAN;
·         Mengetahui  penyebab yang mendasari munculnya kredit macet baik dari pihak bank (kreditur) maupun nasabah (debitur).
·         Mengetahui indikasi suatu Bank yang dapat dikatakan mengalami kredit macet.
·         Mengetahui cara Bank untuk mengurangi atau mencegah kemungkinan terjadinya kredit macet.
·         Mengetahui Usaha yang dapat dilakukan apabila Bank mengalami kredit macet.
·          
MANFAAT
·         Secara teori dapat menjadi sumber referensi dalam bidang hukum perbankan, khususnya mengenai problematika kredit macet.
·         Secara praktis dapat menjadi acuan agar terhindar dari problematika kredit macet.






















BAB 11 PEMBAHASAN

A.  PENGERTIAN KREDIT MACET

Di Indonesia terdapat dua golongan kredit. Yaitu kredit lancer dan kredit bermasalah. Kredit bermasalah dibagi menjadi tiga yaitu kredit kurang lancer, kredit diragukan, kredit macet. Kredit macet inilah yang dikawatirkan dapat menutup usaha Bank itu sendiri.
Kredit macet atau problem loan adalah kredit yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor-faktor atau unsur kesengajaan atau karena kondisi di luar kemampuan debitur
Suatu kredit digolongkan ke dalam kredit macet bilamana: (Sutojo, 1997, hal: 331)
·         Kredit tidak berjalan dengan lancer
·         Dapat memenuhi kriteria kredit diragukan, tetapi setelah jangka waktu 21 bulan semenjak masa penggolongan kredit diragukan, belum terjadi pelunasan pinjaman, atau usaha penyelamatan kredit; atau
·         Penyelesaian pembayaran kembali kredit yang bersangkutan, telah diserahkan kepada pengadilan negeri atau Badan Urusan Piutang Negara (BUPN), atau telah diajukan permintaan ganti rugi kepada perusahaan asuransi kredit.
B.    FAKTOR PENYEBAB KREDIT MACET
Kesalahan dari pihak kreditur:
·         Keteledoran bank dalam mematuhi pemberian kredit dari apa yang telah digariskan
·         Terlalu mudah dalam memberikan kredit karena tidak ada ukuran kelayakan dalam pengajuan kredit.
·         Konsentrasi dana kredit pada sekelompok debitur atau sektor usaha yang beresiko tinggi;
·         Kurang memadainya jumlah eksekutif dan staf bagian kredit yang berpengalaman;
·         Lemahnya bimbingan dan pengawasan pimpinan kepada para eksekutif dan staf bagian kredit;
·         Jumlah pemberian kredit yang melampaui batas kemampuan bank;
·         Lemahnya kemampuan bank mendeteksi kemungkinan timbulnya kredit bermasalah, termasuk mendeteksi arah perkembangan arus kas (cash flow) debitur lama;
Kesalahan dari pihak debitur:
·        Adanya salah urus dalam pengelolaan usaha bisnis perusahaan, atau karena kurang berpengalaman dalam bidang usaha yang mereka tangani;
·        Problem keluarga, misalnya perceraian, kematian, sakit yang berkepanjangan, atau pemborosan dana oleh salah satu atau beberapa orang anggota keluarga debitur;
·        Kegagalan debitur pada bidang usaha atau perusahaan mereka yang lain;
·        Kesulitan likuiditas keuangan yang serius;
·        Munculnya kejadian di luar kekuasaan debitur, misalnya perang dan bencana alam;
·        Watak buruk debitur (yang dari semula memang telah merencanakan tidak akan mengembalikan kredit).