Sabtu, 16 November 2013

KESADARAN HUKUM, KETAATAN HUKUM DAN SANKSI-NYA


v    TEORI KESADARAN HUKUM
Kesadaran hukum dalam arti sempit adalah “apa yang diketahui orang tentang apa yang demi hukum harus dilakukan, dan tak harus dilakukan” disini, sadar diartikan sebagai ‘menjadi tahu’. Dalam artinya yang lebih luas, kesadaran hukum meliput tudak hanya fenomena ‘sudah menjadi tahu,. Akan tetapi juga lebih lanjut menjadi sudah berkemantapan hati untuk mematuhi apa yang diperintahkan oleh hukum. Dengan oerkataan lain, dalam arti yang lebih luas ini, apa yang disebut kesadaran itu tidak hanya akan meliputi dimensi koknitif dan dimensi afektif.
Kesadaran dalam arti yang sempit terjadi karena proses pengkabaran, pemberitahuan, dan pengajaran lewat proses – proses ini orang menjadi tahu isi normative yang terkandung dalam kaidah –  kaidah hukum. Dan sehubungan dengan itu, ia akan segera menyesuaikan segala perilakunya ketuntutan – tuntutan kaidah. Proses pengkabaran dan pengajaran semacam ini acap kali berlanjut dalam rupa proses pendidikan, ialah prses pembangkitan rasa patuh, dan setia. Pendidikan tidak hanyta menanamkan pengetahuan baru saja akan tetapi juga hendak menggugah perasaan afeksi dan membentuk sikap positif. Lewat prises lanjutan ini, diharapkan akan dapat dibangkitkan rasa taat yang ikhlas warga masyarakat kepada hukum dan apabila kepatuhan yang ikhlas ini dapat terujud, maka hukum pun akan dapat bekerja dengan efektif tanpa perlu meboros – boroskan sanksi.
Pembentukan masyarakat sadar hukum dan taat akan hukum merupakan cita-cita dari adanya norma-norma yang menginginkan masyarakat yang berkeadilan sehingga sendi-sendi dari budaya masyarakat akan berkembang menuju terciptanya suatu sistem masyarakat yang menghargai satu sama lainnya, membuat masyarakat sadar hukum dan taat hukum bukanlah sesuatu yang mudah dengan membalik telapak tangan, banyak yang harus diupayakan oleh pendiri atau pemikir negeri ini untuk memikirkan hal tersebut.
Peranan hukum didalam masyarakat sebagimana tujuan hukum itu sendiri adalah menjamin kepastian dan keadilan, dalam kehidupan masyarakat senantiasa terdapat perbedaan antara pola-pola perilaku atau tata-kelakuan yang berlaku dalam masyarakat dengan pola-pola perilaku yang dikehendaki oleh norma-norma (kaidah) hukum. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya suatu masalah berupa kesenjangan sosial sehingga pada waktu tertentu cenderung terjadi konflik dan ketegangan-ketegangan sosial yang tentunya dapat mengganggu jalannya perubahan masyarakat sebagaimana arah yang dikehendaki. Keadaan demikian terjadi oleh karena adanya hukum yang diciptakan diharapkan dapat dijadikan pedoman (standard) dalam bertindak bagi masyarakat tidak ada kesadaran hukum sehingga cenderung tidak ada ketaatan hukum.
Hukum yang diciptakan diharapkan dapat dijadikan pedoman (standard) dalam bertindak bagi masyarakat, meskipun harus dipaksa. Namun demikian masyarakat kita tidak sepenuhnya memahami tujuan dari hukum tersebut, maka timbul ketidak sadaran dan ketidak taatanhukum. Hukum merupakan hasil kebudayaan yang diciptakan untuk maksud dan tujuan tertentu. Pada umumnya manusia adalah mahluk berbudaya, memiliki pola pikir dalam menghargai kebudayanya.
Membangun kesadaran hukum tidaklah mudah, tidak semua orang memiliki kesadaran tersebut. Hukum sebagai Fenomena sosial merupakam institusi dan pengendalian masyarakat. Didalam masyarakat dijumpai berbagai intitusi yang masing-masing diperlukan didalam masyarakat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan memperlancar jalannya pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut, oleh karena fungsinya demikian masyarakat perlu akan kehadiran institusi sebagai pemahaman kesadaran hukum.
Beberapa faktor yang mempengarui masyarakat tidak sadar akan pentingnya hukum adalah :
1. Adanya ketidak pastian hukum;
2. Peraturan-peraturan bersifat statis;
3. Tidak efisiennya cara-cara masyarakat untuk mempertahankan peraturan yang berlaku

v    TEORI KETAATAN HUKUM
Ketaatan hukum tidaklah lepas dari kesadaran hukum, dan kesadaran hukum yang baik adalah ketaatan hukum, dan ketidak sadaran hukum yang baik adalah ketidak taatan. Pernyataan ketaatan hukum harus disandingkan sebagai sebab dan akibat dari kesadaran dan ketaatan hukum.
Hukum berbeda dengan ilmu yang lain dalam kehidupan manusia, hukum berbeda dengan seni, ilmu dan profesionalis lainya, struktur hukum pada dasarnya berbasis kepada kewajiban dan tidak diatas komitmen. Kewajiban moral untuk mentaati dan peranan peraturan membentuk karakteristik masyarakat.
Didalam kenyataannya ketaatan terhadap hukum tidaklah sama dengan ketaatan sosial lainnya, ketaatan hukum merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan dan apabila tidak dilaksanakan akan timbul sanksi, tidaklah demikian dengan ketaatan sosial, ketaatan sosial manakala tidak dilaksanakan atau dilakukan maka sanksi-sanksi sosial yang berlaku pada masyarakat inilah yang menjadi penghakim. Tidaklah berlebihan bila ketaatan didalam hukum cenderung dipaksakan.
Ketaatan sendiri dapat dibedakan dalam tiga jenis, mengutip H. C Kelman (1966) dan L. Pospisil (1971) dalam buku Prof DR. Achmad Ali,SH Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) Termasuk Interprestasi Undang-undang (legisprudence):
1. Ketaatan yang bersifat compliance, yaitu jika seseorang menaati suatu aturan, hanya karena takut terkena sanksi. Kelemahan ketaatan jenis ini, karena membutuhkan pengawasan yang terus-menerus.
2. Ketaatan yang bersifat identification, yaitu jika seseorang menaati suatu aturan, hanya karena takut hubungan baiknya dengan pihak lain menjadi rusak.
3. Ketaatan yang bersifat internalization, yaiutu jika seseorang menaati suatu aturan, benar-benar karena merasa bahwa aturan itu sesuai dengan nilai-nila intristik yang dianutnya.

Pemahaman Kesadaran hukum dan ketaatan hukum yang mana dijelaskan bahwa :
1. Kesadaran hukum yang baik, yaitu ketaatan hukum, dan
2. Kesadaran hukum yang buruk, yaitu ketidaktaatan hukum.
Kewajiban moral masyarakat secara individu untuk mentaati hukum, tidak ada yang mengatakan bahwa kewajiban merupakan sesuatu yang absolut, sehingga terkadang secara moral, kita dapat melanggar hukum, namun tidak ada pakar hukum, yang secara terbuka atau terang-terangan melanggar hukum. Kita memiliki alasan moral yang kuat untuk melakukan apa yang diperintahkan oleh hukum, seperti, tidak melakukan penghinaan, penipuan, atau mencuri dari orang lain. Kita harus mentaati hukum, jika telah ada aturan hukum yang disertai dengan ancaman hukuman. Mereka yang yakin akan hukum, harus melakukan dengan bantuan pemerintah, dan mereka yakin, akan mendapat dukungan dai warga masyarakat.
v    TEORI SANKSI
Sanksi ialah sejumlah derita yang sengaha sibebankan oleh masyarakat kepada warganya yang telah terbukti melanggar kaidah hukum.
Sanksi merupakan aktual  dari norma hukum yang mempunyai karakteristik sebagai ancaman atau sebagai sebuah harapan. Sanksi akan memberikan dampak positif atau negatif terhadap lingkungan sosialnya. Disamping itu, sanksi ialah penilaian pribadi seseorang yang ada kaitannya dengan sikap perilaku dan hati nurani yang tidak mendapatkan pengakuan atau dinilai tidak bermanfaat bila ditaati. Pengaruh hukum dan konsep tujuan, dapat dikatakan bahwa konsep pengaruh berarti sikap tindak atau perilaku yang dikaitkan dengan suatu kaidah hukum dalam kenyataan, berpengaruh positif atau efektifitasnya yang tergantung pada tujuan atau maksud suatu kaidah hukum. Suatu tujuan hukum tidak selalu identik dinyatakan dalam suatu aturan dan belum tentu menjadi alasan yang sesungguhnya dari pembuat aturan tersebut.



·         sanksi negatif              : diberikan bagi anggota masyarakat yang melanggar norma                                                                           (hukuman/pidana)
·         sanksi positif               : bagi yang mematuhi larangan/perintah dari norma itu  (penghargaan/hadiah)
·         sanksi formil                : dirumuskan/ditettapkan dalam peraturan perundang-undangan secar tertulis sehingga sifatnya lebih pasti
·         sanksi informil : dirumuskan secara tidak tertulis (hukum adat)

Mereka menggunakan istilah sanksi (sanction) untuk merujuk reaksi yang diperoleh orang karena menaati atau melanggar norma. Sanksi positif (positive sanction) diberikan kepada orang-orang yang menaati norma sebagai ungkapan persetujuan atas tindakan/perilaku yang mengikuti norma. Sanksi negatif (negative sanction) diberikan untuk mencerminkan ketidaksetujuan terhadap pelanggaran norma. Sanksi positif dapat berupa materi, misalnya hadiah, piala, atau uang, atau dapat pula berupa tindakan-tindakan seperti pelukan, senyuman, tepukan di punggung, kata-kata hiburan, jabatan tangan, atau salam dengan saling menepuk telapak tangan (high fives).
Sanksi negatif dapat berupa materi, misalnya dikenakan denda oleh pengadilan, atau dapat pula berupa hal-hal yang simbolik, misalnya kata-kata keras, atau isyarat-isyarat seperti dahi yang mengkerut, tatapan mata, rahang terkatup rapat, atau acungan kepalan tinju.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar