v
TEORI
KESADARAN HUKUM
Kesadaran
hukum dalam arti sempit adalah “apa yang diketahui orang tentang apa yang demi
hukum harus dilakukan, dan tak harus dilakukan” disini, sadar diartikan sebagai
‘menjadi tahu’. Dalam artinya yang lebih luas, kesadaran hukum meliput tudak
hanya fenomena ‘sudah menjadi tahu,. Akan tetapi juga lebih lanjut menjadi
sudah berkemantapan hati untuk mematuhi apa yang diperintahkan oleh hukum.
Dengan oerkataan lain, dalam arti yang lebih luas ini, apa yang disebut
kesadaran itu tidak hanya akan meliputi dimensi koknitif dan dimensi afektif.
Kesadaran
dalam arti yang sempit terjadi karena proses pengkabaran, pemberitahuan, dan
pengajaran lewat proses – proses ini orang menjadi tahu isi normative yang
terkandung dalam kaidah – kaidah hukum.
Dan sehubungan dengan itu, ia akan segera menyesuaikan segala perilakunya
ketuntutan – tuntutan kaidah. Proses pengkabaran dan pengajaran semacam ini
acap kali berlanjut dalam rupa proses pendidikan, ialah prses pembangkitan rasa
patuh, dan setia. Pendidikan tidak hanyta menanamkan pengetahuan baru saja akan
tetapi juga hendak menggugah perasaan afeksi dan membentuk sikap positif. Lewat
prises lanjutan ini, diharapkan akan dapat dibangkitkan rasa taat yang ikhlas
warga masyarakat kepada hukum dan apabila kepatuhan yang ikhlas ini dapat
terujud, maka hukum pun akan dapat bekerja dengan efektif tanpa perlu meboros –
boroskan sanksi.
Pembentukan masyarakat sadar hukum dan
taat akan hukum merupakan cita-cita dari adanya norma-norma yang menginginkan
masyarakat yang berkeadilan sehingga sendi-sendi dari budaya masyarakat akan
berkembang menuju terciptanya suatu sistem masyarakat yang menghargai satu sama
lainnya, membuat masyarakat sadar hukum dan taat hukum bukanlah sesuatu yang
mudah dengan membalik telapak tangan, banyak yang harus diupayakan oleh pendiri
atau pemikir negeri ini untuk memikirkan hal tersebut.
Peranan
hukum didalam masyarakat sebagimana tujuan hukum itu sendiri adalah menjamin
kepastian dan keadilan, dalam
kehidupan masyarakat senantiasa terdapat perbedaan antara pola-pola perilaku
atau tata-kelakuan yang berlaku dalam masyarakat dengan pola-pola perilaku yang
dikehendaki oleh norma-norma (kaidah) hukum. Hal ini dapat menyebabkan
timbulnya suatu masalah berupa kesenjangan sosial sehingga pada waktu tertentu
cenderung terjadi konflik dan ketegangan-ketegangan sosial yang tentunya dapat
mengganggu jalannya perubahan masyarakat sebagaimana arah yang dikehendaki.
Keadaan demikian terjadi oleh karena adanya hukum yang diciptakan diharapkan
dapat dijadikan pedoman (standard) dalam bertindak bagi masyarakat tidak ada
kesadaran hukum sehingga cenderung tidak ada ketaatan hukum.
Hukum
yang diciptakan diharapkan dapat dijadikan pedoman (standard) dalam bertindak
bagi masyarakat, meskipun harus dipaksa. Namun demikian masyarakat kita tidak
sepenuhnya memahami tujuan dari hukum tersebut, maka timbul ketidak sadaran dan
ketidak taatanhukum. Hukum merupakan hasil kebudayaan yang diciptakan untuk
maksud dan tujuan tertentu. Pada umumnya manusia adalah mahluk berbudaya,
memiliki pola pikir dalam menghargai kebudayanya.
Membangun kesadaran hukum tidaklah
mudah, tidak semua orang memiliki kesadaran tersebut. Hukum sebagai Fenomena
sosial merupakam institusi dan pengendalian masyarakat. Didalam masyarakat
dijumpai berbagai intitusi yang masing-masing diperlukan didalam masyarakat
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan memperlancar jalannya pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan tersebut, oleh karena fungsinya demikian masyarakat perlu
akan kehadiran institusi sebagai pemahaman kesadaran hukum.
Beberapa faktor yang mempengarui
masyarakat tidak sadar akan pentingnya hukum adalah :
1. Adanya ketidak pastian
hukum;
2. Peraturan-peraturan bersifat
statis;
3. Tidak efisiennya cara-cara
masyarakat untuk mempertahankan peraturan yang berlaku
v
TEORI
KETAATAN HUKUM
Ketaatan hukum tidaklah lepas dari kesadaran hukum, dan
kesadaran hukum yang baik adalah ketaatan hukum, dan ketidak sadaran hukum yang
baik adalah ketidak taatan. Pernyataan ketaatan hukum harus disandingkan
sebagai sebab dan akibat dari kesadaran dan ketaatan hukum.
Hukum berbeda dengan ilmu yang lain dalam kehidupan manusia,
hukum berbeda dengan seni, ilmu dan profesionalis lainya, struktur hukum pada
dasarnya berbasis kepada kewajiban dan tidak diatas komitmen. Kewajiban moral
untuk mentaati dan peranan peraturan membentuk karakteristik masyarakat.
Didalam kenyataannya ketaatan terhadap hukum tidaklah sama
dengan ketaatan sosial lainnya, ketaatan hukum merupakan kewajiban yang harus
dilaksanakan dan apabila tidak dilaksanakan akan timbul sanksi, tidaklah
demikian dengan ketaatan sosial, ketaatan sosial manakala tidak dilaksanakan
atau dilakukan maka sanksi-sanksi sosial yang berlaku pada masyarakat inilah
yang menjadi penghakim. Tidaklah berlebihan bila ketaatan didalam hukum
cenderung dipaksakan.
Ketaatan sendiri dapat dibedakan dalam tiga jenis, mengutip
H. C Kelman (1966) dan L. Pospisil (1971) dalam buku Prof DR. Achmad
Ali,SH Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial
Prudence) Termasuk Interprestasi Undang-undang (legisprudence):
1. Ketaatan yang bersifat compliance, yaitu
jika seseorang menaati suatu aturan, hanya karena takut terkena sanksi.
Kelemahan ketaatan jenis ini, karena membutuhkan pengawasan yang terus-menerus.
2. Ketaatan yang bersifat identification, yaitu
jika seseorang menaati suatu aturan, hanya karena takut hubungan baiknya dengan
pihak lain menjadi rusak.
3. Ketaatan yang bersifat internalization, yaiutu
jika seseorang menaati suatu aturan, benar-benar karena merasa bahwa aturan itu
sesuai dengan nilai-nila intristik yang dianutnya.
Pemahaman
Kesadaran hukum dan ketaatan hukum yang mana dijelaskan bahwa :
1. Kesadaran
hukum yang baik, yaitu ketaatan hukum, dan
2. Kesadaran
hukum yang buruk, yaitu ketidaktaatan hukum.
Kewajiban moral masyarakat secara individu untuk mentaati
hukum, tidak ada yang mengatakan bahwa kewajiban merupakan sesuatu yang
absolut, sehingga terkadang secara moral, kita dapat melanggar hukum, namun
tidak ada pakar hukum, yang secara terbuka atau terang-terangan melanggar
hukum. Kita memiliki alasan moral yang kuat untuk melakukan apa yang
diperintahkan oleh hukum, seperti, tidak melakukan penghinaan, penipuan, atau
mencuri dari orang lain. Kita harus mentaati hukum, jika telah ada aturan hukum
yang disertai dengan ancaman hukuman. Mereka yang yakin akan hukum, harus
melakukan dengan bantuan pemerintah, dan mereka yakin, akan mendapat dukungan
dai warga masyarakat.
v
TEORI
SANKSI
Sanksi ialah sejumlah derita yang sengaha sibebankan oleh
masyarakat kepada warganya yang telah terbukti melanggar kaidah hukum.
Sanksi merupakan aktual dari norma
hukum yang mempunyai karakteristik sebagai ancaman atau sebagai sebuah harapan.
Sanksi akan memberikan dampak positif atau negatif terhadap lingkungan
sosialnya. Disamping itu, sanksi ialah penilaian pribadi seseorang yang ada
kaitannya dengan sikap perilaku dan hati nurani yang tidak mendapatkan
pengakuan atau dinilai tidak bermanfaat bila ditaati. Pengaruh hukum dan konsep
tujuan, dapat dikatakan bahwa konsep pengaruh berarti sikap tindak atau
perilaku yang dikaitkan dengan suatu kaidah hukum dalam kenyataan, berpengaruh
positif atau efektifitasnya yang tergantung pada tujuan atau maksud suatu
kaidah hukum. Suatu tujuan hukum tidak selalu identik dinyatakan dalam suatu
aturan dan belum tentu menjadi alasan yang sesungguhnya dari pembuat aturan
tersebut.
·
sanksi
negatif : diberikan bagi
anggota masyarakat yang melanggar norma (hukuman/pidana)
·
sanksi
positif : bagi yang mematuhi
larangan/perintah dari norma itu (penghargaan/hadiah)
·
sanksi
formil :
dirumuskan/ditettapkan dalam peraturan perundang-undangan secar tertulis
sehingga sifatnya lebih pasti
·
sanksi
informil : dirumuskan secara tidak
tertulis (hukum adat)
Mereka
menggunakan istilah sanksi (sanction) untuk merujuk reaksi yang diperoleh orang
karena menaati atau melanggar norma. Sanksi positif (positive sanction)
diberikan kepada orang-orang yang menaati norma sebagai ungkapan persetujuan
atas tindakan/perilaku yang mengikuti norma. Sanksi negatif (negative sanction)
diberikan untuk mencerminkan ketidaksetujuan terhadap pelanggaran norma. Sanksi
positif dapat berupa materi, misalnya hadiah, piala, atau uang, atau dapat pula
berupa tindakan-tindakan seperti pelukan, senyuman, tepukan di punggung,
kata-kata hiburan, jabatan tangan, atau salam dengan saling menepuk telapak
tangan (high fives).
Sanksi
negatif dapat berupa materi, misalnya dikenakan denda oleh pengadilan, atau
dapat pula berupa hal-hal yang simbolik, misalnya kata-kata keras, atau
isyarat-isyarat seperti dahi yang mengkerut, tatapan mata, rahang terkatup
rapat, atau acungan kepalan tinju.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar