Minggu, 07 April 2013

Dewan Perwakilan Daerah


DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD)

Lembaga legislatif ini muncul melalui perubahan ketiga UUD 1945. Hadirnya lembaga ini daiatur dalam pasal 22C dan 22D.

Dasar Hukum :
Pasal 22C
(1)   Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.
(2)   Anggota Dewan Perwakilan daerah dari setiap Provinsi jumlahnya samandengan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
(3)   Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.
(4)   Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan undang-undang.
Pasal 22D
(1)   Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi Daerah, hubungan pusat dan daerahpembentukan dan pemerkaraan serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
(2)   Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi Daerah, , hubungan pusat dan daerahpembentukan dan pemerkaraan serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyatatas rancang-rancsng undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan  dengan pajak , pendidikan , dan agama.
(3)   Dewan Perwakilan Daerah dapat melaksanakan pemgawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai: otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindak lanjuti.
(4)   Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan jabatannya yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dengan undang-undang.

·         Telah dikeluarkan juga Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003  Pasal 11, tentang pemilihan Anggota DPR, DPD, DPRD.
·         Sesuai dengan Pasal 51 dan 52 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003, bahwa pemilihan Anggota DPD adalah tingkat provinsi, tiap provinsi ditetapkan 4 orang.
·         Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 menegaskan tentang Susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD.
·         Syarat calon Anggota DPD tertusng dalam Pasal 63 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003.

Pemilihan Anggota DPD melauin pemilu provinsi, dimana peroleh nilai tertinggi pertama, kedua, ketiga dan keempat diprovinsi yang bersangkutan.
Dari ketentuan Undang-Undang 1945 ataupun UU Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD dan UU Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD, mekanisme pengisian jabatan keanggotaan DPD tampak lebih berat dibandingkan dengan DPR. Peserta pemilu yang menjadi anggota DPD adalah perorangan, sedangkan pemilu untuk Anggota DPR adalah partai politik. Hal ini menambah keberatan terhadap DPD untuk menggalang dukungan bagi dirinya yang sifatnya perseorangan. Beda dengan DPR yang dapat memanfaatkan struktur politik untuk menggalan dukungan. Namun DPD mempunyai legitimasi sosial yang amat kuat karena dipilih oleh masyarakat langsung, sedangkan untuk pemilihan DPR maupun DPRD sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun2003 memperbesar peluang Partai Politik untuk menentukan anggota DPR dan DPRD.
Empat unsur utama basis komunitas dari setiap calon anggota DPD yaitu:
·         Basis Komunitas Spasial (space bace community)
Bersumber dari daerah etnik maupun daerah pemilihan kabupaten/kota tertentu
·         Basis Komunitas dari Organisasi Tertentu
Memiliki basis dukungan masa yang kuat di tingkat lokal (provinsi/kabupaten/kota)
·         Figur Publik yang Dikenal karena Popularitas
Dipilih karena kepopuleranannya dikalangan masyarakat, mahasiswa, LSM, dsb.
·         Elit Ekonomi
Dipilih karena memiliki kekuatan materi sehingga dikenal masyarakat dan akam newarnai kampanye-kampanye dalam pemilihan anggota DPD.
DPD diharapkan menjadin figur yang kritis independen dan memiliki kapasitas individu sebagai anggota DPD, yang mampu mengekspresikan aspirasi rakyat.  Masa jabatan DPD adalah lima tahun. Anggota DPD mengucapkan janji/sumpah didepan Mahkamah Agung dalam Sidang Paripurna DPD dan berakhir ketika telah diucapkan janji/sumpah anggota DPD baru.

Fungsi DPD:
·         Pengajuan usul, ikut dalam pembahasan bidang legislasi tertentu
·         Pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang tertentu.
·         DPD memeriksa hasil keuangan negara dari BPK
·         DPD memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota BPK

DPD hanya memberikan masukan sedangkan yang memutuskan adalah DPR, makaDPD lebih disebut dengan Dewan Pertimbangan DPR karena kedudukannya hanya memberi pertimbangan kepada DPR.








Alat Kelengkapan Dewan Perwakilan Daerah (DPD)


Sebagai usaha untuk melancarkan pelaksanaan tugas dan wewenang yang dimilikinya,DPD dilengkapi dengandelapan unit kerja yang disebut sebagai “alat kelengkapan”. Alat kelengkapan tersebut diatur dalam Undang-undang No. 27 tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan PerwakilanDaerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 27/2009), serta diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPD RI No. 01/DPD-RI/I/2009-2010 tentang Tata Tertib (Tatib) DPD.
Di bawah ini akan diuraikan lebih lengkap mengenai tugas dan wewenang alat-alat kelengkapan DPD berdasarkanUU No. 27/2009 dan Tatib DPD.
a. Pimpinan
Pimpinan DPD, sebagai salah satu alat kelengkapan, merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif-kolegial. Pimpinan terdiri atas satu orang ketua dan dua orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh Anggota DPD dalam Sidang Paripurna DPD. Setelah terpilih, ketua dan wakil ketua terpilih tersebut diresmikan dengan Keputusan DPD.
Pimpinan DPD dipilih dengan menjunjung tinggi prinsip mencerminkan keterwakilan kepulauan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan juga prinsip mencerminkan keterwakilan wilayah.
Pimpinan DPD tidak memiliki wewenang untuk mengeluarkan pernyataan politik atas nama DPD atau jabatannya, kecuali ditugaskan oleh DPD. Selain itu, Pimpinan DPD berwenang bertindak atas nama DPD hanya dalam hal-hal yang bersifat protokoler. Pimpinan DPD pun tidak dapat membatalkan Hasil Keputusan Alat Kelengkapan DPD yang telah menjadi keputusan pada pembicaraan tingkat I.


b. Panitia Musyawarah (Panmus) DPD
Pada dasarnya Panmus DPD dapat dibandingkan dengan Badan Musyawarah (Bamus DPR), karena peran dan fungsinya yang sama. Keduanya dapat dianggap sebagai “miniatur” dari lembaganya masing-masing, karena di sinilah keputusan-keputusan penting mengenai DPD dan DPR direncanakan. Dari segi keanggotaan, karena pegelompokan Anggota DPR disusun dalam bentukfraksi maka keanggotaan Bamus DPR pun terdiri dari perwakilan fraksi. Sementara itu, anggota DPD yang bukan berasal dari partai politik dikelompokkan berdasarkan daerah (Provinsi) pemilihannya, sehingga Anggota Panmus DPD berjumlah sama dengan jumlah provinsi yang ada di Indonesia saat ini.
Pasal yang mengatur tentang Panmus dalam Tatib DPD adalah Pasal 40 sampai Pasal 44. Dalam melaksanakan tugasnya, Panmus DPD dapat mengundang Pimpinan DPD, alat kelengkapan DPD yang lain atau perwakilan provinsi yang dipandang perlu untuk menghadiri sidang Panmus DPD.
c. Komite
Dalam Tatib DPD disebutkan bahwa Komite merupakan panitia kerja yang dibentuk oleh DPD dan merupakan alat kelengkapan DPD yang bersifat tetap. Dalam UU No. 27/2009 disebutkan bahwa salah satu alat kelengkapan dari DPD adalah panitia kerja, sehingga nama “Komite” merupakan hasil dari keputusan yang didasarkan kepada Tatib DPD sebagai pengaturan lebih lanjut dari UU No.27/2009.
Secara garis besar, tugas Komite adalah mendukung berjalannya fungsi dari DPD sebagai bagian dari parlemen nasional, yaitu memiliki peran dalam pengajuan rancangan undang-undang (RUU), pembahasan RUU, pemberian pertimbangan dan pengawasan.
d. Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU)
Tugas dan wewenang dari PPUU diatur dalam UU No. 27/2009, dan kemudian diatur lebih lanjudalam Tatib DPD.
Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, PPUU dapat mengadakan rapat kerja dengan Pemerintahpemerintah daerahDPRD, dan masyarakat. Selain itu, PPUU juga dapat mengadakan Rapat Dengar Pendapat, Rapat Dengar Pendapat Umum, atau studi banding setelah melakukan koordinasi dengan Panitia Hubungan Antar-Lembaga, baik atas permintaan PPUU sendiri maupun atas permintaan pihak lain.

e. Panitia Urusan Rumah Tangga (PURT)
Pada dasarnya PURT memiliki kekhususan tugas dan wewenang dalam urusan kerumahtanggaan DPD, baik yang diberikan oleh UU No. 27/2009 dan tatib DPD secara umum maupun yang ditugaskan oleh Pimpinan DPD berdasarkan hasil Sidang Panitia Musyawarah secara khusus.
PURT bertugas untuk membantu Pimpinan DPD dalam menentukan kebijakan kerumahtanggaan DPD, termasuk kesejahteraan Anggota dan pegawai Sekretariat Jenderal, serta dalam merancang dan menyusun kebijakan anggaran DPD. Selain itu,PURT juga memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap Sekretariat Jenderal, terutama dalam hal pelaksanaan tugas dan kewajiban, serta pengelolaan anggaran. Wewenang terakhir adalah mewakili Pimpinan DPD untuk melakukan koordinasi dalam rangka pengelolaan sarana dan prasarana kawasan gedung perkantoran MPR, DPR, dan DPD. 
Dalam rangka menjalankan tugas unuk membantu Pimpinan DPD, PURT dapat menyusun Standar Biaya Khusus dan mengajukannya kepada Pemerintah untuk dibahas bersama. Penyusunan program dan kegiatan tersebut dilakukan berdasarkan usulan program serta kegiatan dari masing-masing Alat Kelengkapan, Anggota, Provinsi dan Sekretariat Jenderal. Sedangkan dalam melakukan pengawasan terhadap Sekretariat Jenderal, PURT dapat meminta penjelasan dan data yang diperlukan kepada Sekretariat Jenderal.



f. Badan Kehormatan
Sama halnya dengan Badan Kehormatan yang ada di DPR, Badan Kehormatan DPD pun dibentuk untuk menyelesaikan pelanggaran yang dilakukan oleh anggota DPD. Badan Kehormatan melakukan penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan Pimpinan DPD, masyarakat umum, atau masyarakat pemilih terhadap anggota DPD.
Badan Kehormatan akan melakukan proses sebagaimana disebutkan di atas apabila ada pengaduan. Pengaduan pelanggaran yang dilakukan oleh Anggta DPD tersebut disampaikan oleh Pimpinan DPD, masyarakat, atau daerah dengan dilengkapi identitas kepada Badan Kehormatan. Adapun identitas yang dimaksud harus terjamin kerahasiaannya.
Dalam tahap penyelidikan, Badan Kehormatan memanggil Anggota DPD yang bersangkutan untuk dimintai keterangan atas pengaduan yang disampaikan terhadap dirinya. Selain itu, Badan Kehormatan juga memeriksa dokumen-dokumen yang terkait dengan pengaduan tersebut. Keseluruhan proses tersebut harus sudah selesai paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja. Dalam tahap verifikasi, Badan Kehormatan dapat memanggil kembali Anggota DPD yang bersangkutan. Dalam tahap penyelidikanini, Badan Kehormatan juga dapat memanggil pengadu atau saksi-saksi lain yang diajukan, serta memeriksa barang bukti atau alat bukti lain yang diajukan.
Setelah proses penyelidikan dan veridikasi selesai, maka sudah dapat diputuskan apakah Anggota DPD yang diadukan bersalah atau tidak. Apabila bersalah maka harus dikenakan sanksi, yaitu berupa teguran tertulispemberhentian dari jabatan Pimpinan DPD atau Pimpinan alat kelengkapan DPD, atau pemberhentian sebagai Anggota.Namun, apabila Anggota DPD yang besangkutan terbukti tidak bersalah maka Badan Kehormatan wajib memberikan rehabilitasi.
g. Panitia Khusus (Pansus)
Pansus merupakan satu alat kelengkapan yang dibentuk berdasarkan pada Tatib DPD. Berbeda dengan pengaturan pada DPR, secara khusus Pansus tidak diatur sebagai alat kelengkapan di DPD dalam UU No. 27/2009. Namun, secara garis besar Pansus di DPR dan DPD memiliki fungsi yang sama. Pansus DPD bukanlah alat kelengkapan yang bersifat tetap, karena Pansus dibentuk apabila dipandang perlu untuk menghadapi suatu permasalahan. Selain itu, Pansus juga dibentuk dengan jangka waktu yang telah ditentukan, yaitu selama enam bulan, dan selanjutnya dapat diperpanjang satu kaliuntuk tiga bulan.
Dalam menjalankan tugasnya, Pansus DPD bertanggungjawab kepada DPD, sehingga pada akhirnya, hasil yang didapat oleh Pansus DPD harus dilaporkan pada Sidang Paripurna DPD. Dalam melak­sa­na­kan tugasnya, Pansus DPD dapat mengadakan rapat kerja dengan Pemerintah. Selain itu juga dapat meminta penjelasan kepada pemerintah daerah, DPRD, dan masyarakat, dengan cara mengadakan Dengar Pendapat dan Dengar Pendapat Umum, baik atas permintaan Pansus DPD sendirimaupun atas permintaan pihak lain. Pansus juga dapat menugaskan Anggota untuk melakukan rapat di daerah pemilihannya atau tempat lain yang disepakati.
h. Panitia Akuntabilitas Publik
Seperti halnya dengan Pansus DPD, Panitia Akuntabilitas Publik DPD pun bukan merupakan alat kelengkapan yang diatur secara khusus dalam UU No. 27/2009, namun diatur dalam Tatib DPD. Keanggotaan dari Panitia Akuntabilitas Publik ini berjumlah sebelas orang yang mencerminkan keterwakilan gugus kepulauan.
i. Panitia Kerja Hubungan Antar-Lembaga
Panitia Kerja Hubungan Antar-Lembaga adalah alat kelengkapan yang mempunyai tugas yang bersifat eksternal. Panitia Kerja Hubungan Antar-Lembaga diatur dalam Pasal 92-94 Tatib DPD. Tugas utama dari Panitia Kerja Hubungan Antar-Lembaga adalah mengadakan hubungan dengan lembaga sejenis yang terdapat di luar negeri. Dengan adanya tugas tersebut diharapkan terbangun kerja sama antar negara yang baik, sehingga DPD pun dapat meningkatkan kualitas kerjanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar