Sabtu, 13 April 2013

Pengadilan Pajak Indonesia


Pengadilan pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan Kekuasaan kehakiman di Indonesia bagi wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak. 
Dimana yang dimaksud sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dibidang perpajakan antara wajib pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan pajak. Itu termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan undang-undang penagihan dengan surat paksa
Pengadilan pajak dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Kedudukan Pengadilan Pajak berada di ibu kota negara. Persidangan oleh Pengadilan Pajak dilakukan di tempat kedudukannya, dan dapat pula dilakukan di tempat lain berdasarkan ketetapan Ketua Pengadilan Pajak.
Susunan Pengadilan Pajak terdiri atas: Pimpinan, Hakim Anggota, Sekretaris, dan Panitera. Pimpinan Pengadilan Pajak sendiri terdiri dari seorang Ketua dan sebanyak-banyaknya 5 orang Wakil Ketua.
Pembinaan serta pengawasan umum terhadap hakkim Pengadilan Pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung. Sedangkan pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan ditanggulangi olehKementrian Keuangan.
Selain itu, ada juga penjelasan dalam pasal 9A ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 dan dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 , secara tegas dinyatakan bahwa putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara.
Adapun dasar untuk menegaskan kedudukan Pengadilan Pajak dalam lingkup peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung, adalah berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara nomor 004/PUU-11/2004 dinyatakan, pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung.






PENGADILAN PAJAK, KEDUDUKAN DAN KEKUASAAN
A. Pengadilan Pajak (Pasal 2)
1.
Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung Pajak yang mencari keadilan terhadap Sengketa Pajak.
2.
Pengadilan Pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 adalah kelanjutan dari Badan Penyelesaian Sengketa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997.
B. Kedudukan Pengadilan Pajak
1.
Pengadilan pajak berkedudukan di ibukota Negara.
2.
Sidang Pengadilan Pajak dilakukan di tempat kedudukannya
3.
Apabila dipandang perlu dapat dilakukan di tempat lain yang ditetapkan oleh Ketua.
C. Kekuasaan Pengadilan Pajak ( Pasal 31, 32 & 33)
1.
Pengadilan Pajak merupakan Pengadilan tingkat pertama dan terakhir dalam memeriksa dan memutus Sengketa Pajak oleh karenanya putusan Pengadilan Pajak tidak dapat diajukan Gugatan ke Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara atau Badan Peradilan lain, kecuali putusan berupa "tidak dapat diterima" yang menyangkut kewenangan/kompetensi
2.
Pengadilan pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus Sengketa Pajak
3.
Pengadilan Pajak dalam hal Banding hanya memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4.
Pengadilan Pajak dalam hal Gugatan memeriksa dan memutus sengketa atas pelaksanaan penagihan Pajak atau Keputusan pembetulan atau, Keputusan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
5.
Pengadilan Pajak mengawasi kuasa hukum yang memberikan bantuan hukum kepada pihak-pihak yang bersengketa dalam sidang-sidang Pengadilan Pajak.
6.
Pengadilan Pajak dapat memanggil atau meminta data atau keterangan yang berkaitan dengan Sengketa Pajak dari pihak ketiga sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
D. Susunan Pengadilan Pajak (Pasal 6 dan 7)
1.
Pengadilan Pajak terdiri dari Pimpinan, Hakim Anggota, Sekretaris dan Panitera
2.
Pimpinan Pengadilan pajak terdiri seorang Ketua dan paling banyak 5 (lima) orang Wakil Ketua


A.  Pengertian
Peradilan pajak dalah upaya hukum yang dilakukan oleh wajib pajak dalam rangka mencari keadilan terhadap Ketetapan Pajak yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak atau Kepala Daerah. Peradilan Pajak dapat dibagi menjadi dua jenis peradilan, yaitu peradilan murni dan peradilan tidak murni. Penjelasanya adalah sebagai berikut :
1.    Peradilan Murni
Peradilan yang melibatkan tiga pihak, yaitu wajib pajak, fiskus dan hakim yang mengadili. Wajib pajak dan fiskus adalah pihak yang bersengketa sedangkan hakim atau majelis hakim antara pihak yang akan memutuskan sengketa tersebut.
2.    Peradilan Tidak Murni
Peradilan yang hanya melibatkan dua pihak, yaitu pihak wajib pajak dan pihak fiskus tanpa melibatkan pihak ketiga yang independen. Fiskus sebagai pihak yang bersengketa sekaligus menjadi pihak yang mengambil keputusan dalam perselisihan pajak yang bersangkutan.

B.  Susunan Pengadilan Pajak
Susunan pengadilan pajak terdiri atas :
1.    Pimpinan
2.    Hakim
3.    Sekretaris

C.  Pemeriksaan Sengketa Pajak
Pengadilan pajak sebagai pengadilan pertama dan terakhir pemeriksaan sengketa pajak hanya dilakukan oleh pengadilan pajak, sehingga putusan pengadilan pajak tidak dapat diajukan gugatan kepengadilan umum, peradilan tatausaha Negara atau badan peradilan lain kecuali putusan berupa “tidakdapatditerima” yang menyangkut kewenangan / kompetensi.

D.  Keberatan
Dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan kemungkinan terjadi bahwa wajib pajak merasa kurang atau tidakpuas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan padanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga .Keberatan diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak di tempat Wajib Pajak tersebut terdaftar. 

E.   Banding
Pengertian banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh WP atau penanggung pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan banding, berdasarkan peraturan perundangan pajak yang berlaku. Keputusan dimaksudkan suatu penetapan tertulis di bidang perpajakan yang dikeluarkan oleh pejabat berwenang berdasarkan peraturan perundangan-undangan perpajakan dan dalam rangka pelaksanaan UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

F.   Pencabutan Banding
Banding yang telah diajukan dengan surat banding dapat diajukan pencabutan dengan surat penyataan pencabutan yang diajukan kepada pengadilan pajak. Banding yang telah dicabut melalui penetapan atau putusan diatas tidak dapat diajukan banding kembali.

G.  Gugatan
Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh WP atau penanggung pajak terhadap pelaksanaan penagihan pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Gugatan yang telah dicabut melalui penetapan atau putusan tidajk dapat diajukan kembali. Gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya penagihan pajak atau kewajiban perpajakan.

H.    Pelaksanaan Persidangan
Dalam pelaksanaan persidangan, ketua menunjuk majelis yang terdiri dari tiga orang hakim atau hakim tunggal untuk memeriksa dan mengurus sengketa pajak. Apabila pemeriksaanya dilakukan oleh majelis, maka ketua menunjuk salah seorang hakim tersebut sebagai hakim ketua yang memimpin pemeriksaan sengketa pajak.Majelis atau hakim tunggal bersidang pada hari yang ditentukan dan memberitahukan hari siding dimaksud kepada pihak yang bersengketa. Pemohon banding atau penggugat dapat hadir dalam persidangan dengan terlebih dahulu memberitahukan pada ketua untuk memberikan keterangan lisan.

I.   Pembuktian
Dalam hal pembuktian, pengadilan pajak menganut prinsip pembuktian bebas. Majelis atau hakim  tunggal sedapat mungkin mengusahakan bukti berupa surat atau tulisan sebelum menggunakan alat bukti lain. Alat bukti tersebut dapat berupa :
1.         Surat atau tulisan yang terdiri dari :
a.         Akta autentik, yaitu surat yang dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum yang menurut peraturan perundang-undangan berwenang membuat surat itu dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya
b.         Akta dibawah tangan, yaitu surat yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya.
c.         Surat keputusan atau surat ketetapan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang
d.         Surat-surat lain atau tulisan yang tidak termasuk hurufa.b, dan c yang ada kaitannya dengan banding atau gugatan
2.    Keterangan ahli, yaitu pendapat orang yang diberikan di bawah sumpah dalam persidangan tentang hal yang ia ketahui menurut pengalaman dan pengetahuannya
3.    Keterangan parasaksi, dianggap sebagai barang bukti apabila keterangan itu berkenaan dengan hal yang dialami, dilihat, atau didengar sendiri oleh saksi
4.    Pengakuan para pihak, tidak dapat ditarik kembali, kecuali berdasarkan alasan yang kuat dan dapat diterima oleh majelis hakim atau hakim tunggal.
5.    Pengetahuan hakim, yaitu hal yang diketahui dan diyakini kebenarannya
     
J.      Putusan
Putusan pengadilan pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan serta berdasarkan keyakinan hakim. Putusan pengadilan pajak dapat berupa :
a)    Menolak
b)    Mengabulkan sebagian atau seluruhnya
c)    Menambah pajak yang harus dibayar
d)    Tidak dapat diterima
e)    Membetulkan kesalahan teknis dan atau kesalahan hitung
f)      Membatalkan
Sebagai putusan akhir dan mempunyai kekuatan hokum tetap, maka keputusan pengadilan pajak tidak dapat diajukan gugatan kepengadilan umum, peradilan tata usaha Negara, atau badan peradilan lain, kecuali putusan berupa “tidak dapat diterima” yang menyangkut kewenangan / kompetensi.

K.   Pelaksanaan Putusan
Putusan Pengadilan Pajak ini langsung dapat dilaksanakan dengan tidak memerlukan lagi keputusan pejabat yang berwenang kecuali putusan perundang-undangan mengatur lain. Apabila putusan dimaksud me nyebabkan kelebihan pembayaran pajak sebagai contoh putusan pengadilan pajak menyebabkan Pajak Penghasilan menjadi lebih bayar. Dalam hal demikian kepada KPP masih harus menerbitkan Surat Perintah membayar kelebihan pajak (SPMKP) yang diperlukan pembayar pajak untuk dapat memperoleh kelebihan pajak.
Putusan Pengadilan Pajak yang mengabulkan sebagian atau seluruh banding, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2 persen sebulan untuk paling lama 24 bulan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam pelaksanaannya salinan putusan atau salinan penetapan pengadilan pajak dikirim kepada para pihak dengan surat oleh sekretaris dalam jangka waktu 30 hari sejak tanggal putusan pengadilan pajak diucapkan, atau dalam jangka waktu 7 hari sejak tanggal putusan diucapkan. Putusan pengadilan pajak harus dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang dalam jangka waktu 30 hari terhitung sejak tanggal diterima putusan. Pejabat tidak melaksanakan putusan pengadilan pajak dalam jangka waktu tersebut, dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan kepegawaian yang berlaku.

KESIMPULANNYA : Pada intinya, peradilan dan pengadilan pajak itu berbeda, peradilan itu merupakan bagian dari pada pengadilan pajak. Perbedaannya adalah jika Peradilan Pajak itu merupakan sebuah proses dari pengadilan pajak, namun jika Pengadilan Pajak itu merupakan tempat dilakukannya peradilan pajak tersebut.



Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Lebih dari 70 persen belanja negara dalam APBN berasal dari sektor ini. Bisa dikatakan tanpa pajak maka pembangunan sulit berjalan. Keberadaan Pengadilan Pajak menjadi salah satu faktor penting untuk menyelamatkan uang negara dari para ‘mafia pajak’. Perlu diketahui, Pengadilan Pajak memiliki sejarah dari masa ke masa.
Pengadilan Pajak sudah ada pada masa sebelum kemerdekaandan lebih dikenal dengan peradilan. Peradilan dapat dibedakan, yakni peradilan tingkat pertama dan kedua. Peradilan pertama tidak dapat dikatakan sebagai peradilan dalam arti yang sebenarnya atau peradilan murni. Hal ini disebabkan instansi yang melaksanakan fungsi peradilan adalah sama dengan yang melakukan penetapan pajak.
Dengan kondisi seperti ini, tentu saja wajib pajak berada dipihak yang lemah dan sulit untuk mendapatkan pengadilan yang sebenarnya. Buku berjudul “Mencari Keadilan di Pengadilan Pajak”karya Djazoeli Sadhani, Syahriful Anwar dan K. Subroto, menjelaskan pada masa itu, ketentuan yang mengatur tentang hal ini adalah Ordonansi atau Peraturan atau Undang-Undang Pajak yang bersangkutan.
Misalnya,keberatan untuk Pajak Perseroan (PPs) 1925 atau Vennotschap Belasting diatur di dalam Ordonansi PPs 1925. Demikian pula untuk pajak pendapatan (Inkomsten Belasting) diatur dalam Ordonansi Pajak Pendapatan 1944.
Apabila wajib pajak merasa keberatan dan tidak dapat menerima keputusan tersebut, maka wajib pajak masih diberi kesempatan untuk melakukan upaya lanjutan yakni dengan permohonan banding. Oleh sebab itu, pemerintah waktu itu berkeinginan untuk mendirikan badan khusus yang  mengurusi dan menyelesaikan permohonan banding ini. Keinginan tersebut dapat dipenuhi dengan ditetapkannya Staatsblad tahun 1915 No.707 tanggal 11 Desember 1915 yaituOrdonnantie Tot Regeling van Het Beroep in Belastingzaken (Peraturan Banding Pajak).
Namun,badan ini masih berada dibawah Gubernur Jenderal. Sedangkan yang menjadi ketua badan ini adalah Menteri Keuangan yang ditunjuk karena jabatannya (ex officio). Anggotanya pun terdiri dari calon-calon yang diusulkan oleh Mahkamah Agung dan Kamar Dagang dan Industri.
Dalam perkembangannya, dengan diundangkannya Staatsblad tahun 1927 No.29 yaitu tot regeling van het beroep in belastingzaken atau Majelis Banding Urusan Pajak yang menggantikan Stb. 1925 No. 707,hal penting diatur dalam peraturan baru tersebut adalah mengenai jabatan Ketua Majelis Banding Pajak. Sesuai PAsal 2 Ordonansi tersebut, yang menjadi Ketua Majelis adalah Wakil Ketua Mahkamah Agung Hindia Belanda (Hooggererechtshof).
Dengan adanya perubahan-perubahan tersebut, maka kedudukan Badan Peradilan Pajak ini semakin jelas sebagai peradilan yang tidak lagi dipengaruhi oleh kekuasaan eksekutif. Sehngga dapat dikatakan sebagai cikal bakal peradilan pajak yang mandiri seperti sekarang.
Pengadilan pajak pada masa pra kemerdekaan dibentuk oleh pemerintahan Belanda. Pembentukan lembaga ini pada masa itu dikenal dengan sebutan Peradilan Pajak yang berkedudukan di Batavia. Pada 1925, sebutan Peradilan Pajak berubah menjadi Peradilan Banding Pajak (PBP).
Proklamasi kemerdekaan membawa banyak perubahan bagi keberadaan tatanan mengenai Peradilan Banding Pajak, namun tetap mempertahankan Peradilan Banding Pajak tersebut sebagaimana diatur dalam Aturan Peralihan UUD 1945. Undang-UndangNo.5 Tahun 1959 merupakan UU yang tidak mengubah substansi dari peraturan sebelumnya, hanya saja UU tersebut mengubah aturan tentang sebutan atau istilah.
Dengan terbitnya UU No.5 Tahun 1959, sistem peradilan pajak masa kolonial yang dulu dinamakanPeradilan Banding Pajak, berubah menjadi Majelis Pertimbangan Pajak (MPP).
“Saat itu, lokasi MPP terletak di Lapangan Banteng Timur No.1A, tepatnya di belakang gedung Eks Mahkamah Agung (MA) Komplek Kantor Kementerian Keuangan saat ini,” kata Wakil Ketua Bidang I Pengadilan Pajak, Indra J Rivai, menjelaskan sejarah Pengadilan Pajak kepadahukumonline.
Keberadaan MPP di Komplek Kemenkeu Lapangan Banteng cukup lama. Setelah pemerintah menerbitkan UU No.17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP), Kantor BPSP sempat pindah ke Jl.Cut Mutia No 7 Jakarta Pusat. Saat ini, gedung tersebut digunakan sebagai Gedung KPP Menteng. Tidak lama di Jl.Cut Mutia, pada tahun 1998 Pengadilan Pajak kembali pindah ke Pancoran, tepatnya di gedung yang saat ini digunakan sebagai Kantor Pusat Jasindo.
Sekadar catatan, BPSP dimaksudkan untuk menggantikan tugas-tugas MPP yang dianggap sudah tidak memadai dan sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dalam menyelesaikan sengketa pajak secara lebih baik, yakni penyelesaian yang adil dengan prosedur dan proses yang cepat, murah dan sederhana.
Pengadilan Pajak berkantor di Pancoran hanya sampai tahun 2002.Pengadilan Pajak kini berada di Gedung Sutikno Slamet tepatnyadi komplek Kementerian Keuangan. Gedung inimerupakan gedung pertama yang dibangun dikomplek Kemenkeu. Beberapa tahun setelah Pengadilan Pajak pindah ke Gedung Sutikno Slamet, barulah Gedung-gedung lain dibangun pada komplek tersebut.
Gedung Sutikmo Slamet terdiri dari dua puluh lantai. Saat ini, gedung tersebut diisi oleh Pengadilan Pajak dan Dirjen Anggaran. Sebelum Kemenkeu berkantor dilokasi yang sama dengan Pengadilan Pajak, Gedung Sutikno Slamet hanya ditempati oleh Pengadilan Pajak. Dirjen Anggaranpindah ke Gedung Slamet Sutikno karena gedung tersebut hanya ditempati oleh Pengadilan Pajak pada beberapa lantai saja.
“Lantai yang kosong akhirnya dihuni oleh Dirjen Anggaran,” ujar Indra.
Pengadilan Pajak hanya menempati tujuh lantai dari dua puluh lantai di Gedung Sutikno yakni lantai 5, 6, 7, 8, 9 dan 10. Lantai 5 ditempati oleh Ketua Pengadilan Pajak, Wakil Ketua Pengadilan Pajak serta Sekretaris Pengadilan pajak. Lantai 6 ditempati oleh bagian Umum, lantai 7 dipakai sebagai ruangan majelis hakim dan pengganti panitera, lantai 9 dan 10 dipakai untuk ruangan sidang sedangkan lantai 20 digunakan sebagai ruang Majelis Hakim.
Adapun hakim yang bekerja pada Pengadilan Pajak terdiri atas 55 orang dan beberapa merangkap sebagai Ketua dan dua Wakil Ketua Pengadilan Pajak. Saat ini, terdapat delapan belas majelis, di mana setiap majelis terdiri dari tiga hakim. Saat ini, Pengadilan Pajak dipimpin oleh Saroyo Atmosudarmo.
Pengadilan Pajak memiliki delapan ruang sidang yang terletak pada lantai 9 dan 10. Tiap ruangan sidang, rata-rata berukuran 6x8 meter. Ruangan ini sama seperti ruang sidang lainnya, hanya saja sedikit berukuran kecil. Ruang sidang terdiri dari meja dan kursi majelis hakim, tergugat dan penggugat serta beberapa kursi tamu yang terletak di bagian belakang.
Setiap lantai yang berfungsi sebagai ruang sidang dilengkapi dengan tiga ruang tunggu. Ruang tunggu umum, yakni ruang tunggu yang terletak tepat didekat pintu masuk. Memasuki lorong sebelah kanan, terdapat ruang tunggu tergugat sementara lorong sebelah kiri menjadi ruang tunggu penggugat.
Tetapi, Gedung Sutikno Slamet yang ditempati Pengadilan Pajak rupanya sudah tidak memadai lagi. Apalagi, saat ini Gedung Sutikno Slamet ditempati oleh Dirjen Anggarandan Pengadilan Pajak sendiri. Ruangan yang berukuran kecil dan sempit dinilai sebagai indikator utama untuk Pengadilan Pajak segera berpindah ke gedung baru.
Pada pertengahan 2013 Pengadilan Pajak berencanapindah ke Gedung yang terletak di Jalan Hayam Wuruk No.7 Jakarta Pusat,tepatnya Gedung Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Pengadilan Pajak nantinya akan menempati Gedung A, B dan F di Komplek BPKP. Saat ini, Gedung tersebut masih dalam proses renovasi.
Selain karena ruangan di Gedung Sutikno Slamet yang daya tampungnya sudah tidak memadai, Indra mengaku, rencana berpindahnya Kantor Pengadilan Pajak ke Kompleks BPKP untuk menghindari opini masyarakat yang menilai Pengadilan Pajak tidak independen karena berada dikomplek Kemenkeu.
"Kalau di sana selesai kita akan pindah," kata Indra.
Untuk diketahui, pemerintah inginmemindahkan sebagian tempat bersidang Pengadilan Pajak yang selama ini hanya berada di Jakarta ke 5 kota besar di Indonesia. Kelima kota itu adalah Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Medan, dan Makassar. Tempat bersidang Pengadilan Pajak rencananya akan mengambil lokasi di Gedung Keuangan Negara yang ada di kelima kota tersebut.
Pemilihan kelima kota tersebut didasarkan pada perhitungan dan proyeksi jumlah sengketa pajak di masing-masing daerah berdasarkan data dari Bagian Administrasi Sengketa Pajak II, Sekretariat Pengadilan Pajak. Namun dari 5 kota tersebut, Pengadilan Pajak baru hadir di Yogyakarta pada 7 Juni 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar