Written by: Dian Surya
Pada era globalisasi ini,
tingkat mobilisasi di Indonesia cukup tinggi. Mobilisasi tak hanya dilakukan
oleh masyarakat kalangan atas saja, namun juga bisa dilakukan oleh masyarakat menengah
kebawah. Alat transportasi yang bisa disebut juga dengan kendaraan yang awalnya
mungkin hanya kebutuhan sekunder, kini telah beralih menjadi kebutuhan primer.
Bahkan semua orang memiliki kendaraan pribadi. Banyaknya jumlah kendaraan
pribadi dapat menyebabkan macet, maka itu untuk mengatasi masalah tersebut
adalah dengan menggunakan Angkutan umum.
Angkutan umum merupakan
salah satu media transportasi yang digunakan masyarakat secara bersama-sama
dengan membayar tarif. Angkutan umum merupakan lawan kata dari 'kendaraan
pribadi'. Angkutan umum merupakan salah satu pemecahan masalah yang dihadapi
hampir semua kota besar di dunia yaitu kemacetan. Namun angkutan umum juga
merupakan solusi bagi seseorang melakukan perjalanan dengan harga terjangkau,
dan ini sangat menolong bagi masyarakat menengah kebawah.
Salah satu Angkutan umum
yang banyak dibutuhkan orang yaitu bus, bus merupakan kendaraan yang dapat
memuat banyak orang. Banyak orang menggunakan bus sebagai kendaraan yang
mengantarnya dari satu kota kekota lain, bahkan antar pulau namun dengan
bantuan moda lain.
Berbicara mengenai angkutan,
tidak akan terlepas dari yang namanya bahan bakar sebagai suatu elemen yang
penting dalam pengoperasian sebuah pengangkutan karena dengan bahan bakar,
suatu mesin dapat berjalan.
Bahan bakar adalah suatu materi yang bisa dirubah
menjadi energy. Salah satunya yaitu mampu mengubah menjadi energy gerak untuk
menjalankan suatu mesin. Bus menggunakan solar sebagai bahan bakar untuk menggerakkan
transportasi. Solar merupakan bahan bakar cair yang jumlahnya terbatas. Pusat
Penelitian Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi Lemigas telah
diinformasikan bahwa cadangan minyak bumi Indonesia hanya tersisa 6 milliar barrel dan diproduksi
sebanyak 1 juta barrel per hari yang diperkirakan bakal habis dalam kurun waktu
12 tahun kedepan. Sehingga bila pada 10 tahun kedepan masih belum ditemukan
cadangan minyak bumi yang baru maka akan terjadi kenaikan impor minyak mentah
yang dapat mengurangi devisa negara.
Kita tahu bahwa bus merupakan moda yang sangat dibutuhkan
dalam masyarakat. Dan bisa kita bayangkan bagaimana jika bus sulit beroperasi
atau bahkan terhenti untuk beroperasi karena sulitnya mendapatkan bahan bakar.
Masalah yang muncul sejak awal Maret lalu, atau
persis sejak berlakunya Peraturan Menteri (Permen) Energi Sumber Daya Mineral
(ESDM) Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pengendalian Penggunaan Bahan Bakar Minyak,
jelas telah mengganggu roda ekonomi masyarakat. Dan, kemungkinan besar akan
terus mengganggu, bila tak ada penegasan soal distribusi solar tersebut.
Setelah saya baca dari berbagai
referensi, yang menimbulkan permasalahan ini adalah Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) tak kuat lagi menanggung subsidi BBM, salah satunya
solar. Dengan itu diadakan pengendalian distribusi BBM, melalui pembatasan.
Payung hukumnya, Permen ESDM No. 1/2013 tentang Pengendalian Penggunaan
BBM. Salah satu yang diatur, bahwa mobil beroda lebih dari empat
pengangkut hasil perkebunan, pertambangan, dan kehutanan dilarang menggunakan
solar bersubsidi. Kecuali untuk usaha perkebunan rakyat yang skala usaha kurang
dari 25 hektar; pertambangan rakyat dan komoditas batuan; hutan kemasyarakatan
dan hutan rakyat. Harga solar bersubsidi Rp4.500 per liter, dan solar
non-subsidi Rp10.500 per liter (bisa kurang atau lebih tergantung harga minyak
dunia).
Menurut saya hal ini tidak mungkin
apabila bus umum menggunakan solar non subsidi yaitu Rp.10.500,- perliter.
Karena harga tersebut terlalu tinggi. Harga yang tinggi ini akan berdampak padat
tingginya tarif bus umum terhadap penumpang. Dan penumpang pun merasa harga bus
mahal dan tidak terjangkau. Dapat kita ketahui pula bahwa rata-rata penumpang
bus adalah kalangan masyarakat menengah kebawah. Disini terlihat titik dimana
kesejahteraan masyarakat kurang diperhatikan oleh Pemerintah. Karena
kesejahteraan juga dapat dilihat dari mobilisasi yang dilakukan masyarakat.
Yang bisa kita rasakan pada
akhir-akhir ini adalah sulitnya bus untuk mendapatkan bahan bakar solar, yang
mengakibatkan terusiknya operasional bus dan dampak langsung yang dirasakan
oleh pengguna bus yang harus mengantri lama
dan juga hampir terlantar karena bus tak segera beroperasi. Kelangkaan bahan
bakar solar ini tak hanya dirasakan di berbagai daerah saja, namun juga semua
daerah. Yang paling parah yaitu kabupaten Jawa Tengah, karena mengingat wilayah
ini merupakan perlintasan moda dari Jawa Barat dan Jawa Timur. Imbasnya sangat
terasa bagi pihak otomotif, karena bus sehari jalan, dan sehari tidak. Banyak
yang complaint atas kelangkaan bahan bakar ini, penumpang sebagai pengguna
angkutan umum maupun sopir bus yang kerepotan mencari bahan bakar yang tidak
seperti dulu yang mudah untuk didapatkan. Keuntungan yang didapat dari pihak
pengangkut bus juga berkurang, karena harus sering berhenti dengan jangka yang
cukup lama untuk mendapatkan solar untuk beroperasi lagi.
Yang juga dirugikan
dengan kelangkaan solar bersubsidi adalah perusahaan bus pariwisata,
travel. Pihak Bus pariwisata mengaku sangat kewalahan dengan kelangkaan solar
subsidi ini. Dan kondisi ini membuat mereka terjepit. Pihak pengangkut bus
melakukan berbagai cara untuk mendapatkan solar subsidi ini. Mereka mengatakan
bahwa solar subsidi adalah bahan bakar mereka, kalau menggunakan solar non
subsidi, mereka harus siap-siap untuk rugi. Karena pastinya tarif yang akan
dikeluarkan dan harus dibayarkan penyewa bus lebih besar dan keuntungannya pun yang
didapat oleh pihak pengangkut berkurang dibanding sebelumnya yang menggunakan
solar bersubsidi. Dengan kelangkaan solar ini, Pemerintah terlihat seperti
mempersulit bahkan menghentikan usaha pihak-pihak tertentu yang bergerak dalam
bidang pengangkutan.
Yang juga dirugikan dengan kelangkaan solar adalah jasa
pengangkutan barang, karena pihak pengirim harus ontime mengantar kiriman
sampai tujuan. Dan bisa kita bayangkan bagaimana kalau untuk mendapatkan solar
subsidi tersebut sulit.
Dengan
kelangkaan solar juga banyak pihak yang dirugikan, dampak-dampak lain yaitu,
sulitnya untuk mendistribusikan bahan pangan dan juga naiknya kebutuhan pokok.
Banyak daerah-daerah yang sangat tergantung akan barang-barang yang diproduksi
diluar daerah mereka. Sehingga pendistribusian sangat dibutuhakan untuk memasok
barang-barang itu misalnya dalam pengadaan pangan maupun kebutuhan pokok.
Menurut saya untuk mengatasi masalah ini, pemerintah
harusnya memberikan perubahan untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk
jangka pendek, misalnya pemerintah harusnya menambah kuota untuk BBM
bersubsidi, agar aktivitas dalam operasional bus tidak terhambat. Karena dengan
ini dampak yang terlihat oleh mata yaitu banyak penumpang yang terlantar.
Banyak penumpang yang harus antre berjam-jam karena jadwal pemberangkatan bus
yang amburadul dan molor akibat antrian panjang dalam pengisian BBM.
Bus saat ini merupakan alat transportasi umum yang
banyak dibutuhkan masyarakat dan mungkin bisa disebut juga bahwa bus adalah kendaraan
yang belum ada gantinya. Tidak ada alternatif lain selain Bus. Dan bisa kita
bayangkan apabila bus lamban untuk beroperasi bahkan berhenti untuk beroperasi.
Ini sangat menimbulkan keresahan dan gejolak di masyarakat, karena bus
merupakan angkutan umum yang mampu mengantarkan hingga jarak jauh dengan harga
yang terjangkau dibanding transportasi umum lainnya. Mungkin pemerintah dapat
menaikkan harga BBM bersubsidi, namun dengan menambah kuota akan BBM
bersubsidi. Hal ini lebih baik daripada memasok solar subsidi dengan jumlah
yang terbatas namun menimbulkan kelangkaan dan kesulitan masyarakat untuk
mendapatkan bahan bakar tersebut. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa dengan
kelangkaan tersebut, Pemerintah sama saja menjepit masyarakat dari berbagai sudut.
Misalnya dengan sulitnya para sopir angkot mencari bahan bakar, dan hampir
banyak bus yang mogok beroperasi, padahal kegiatan pengangkutan memiliki banyak
fungsi materil maupun dalam kehidupan social, dengan pengangkutan seeorang
memperoleh keuntungan untuk menghidupi hidupnya, dan dengan kegiatan
pengangkutan, seseorang dipermudah untuk melakukan suatu perjalanan. Pemerintah
tidak boleh lepas tangan terhadap masalah pengangkutan. Pemerintah harus
menjembatani hubungan antara pengangkut dan penumpang serta elemen-elemen
lainnya.
Pemerintah bekerja sama dengan PT.Pertamina harus
menjalin komunikasi yang baik, untuk mengatasi masalah ini dan menghindari
masalah-masalah baru kedepannya. PT. Pertamina harus memperluas jangkauannya
atau outlet-outletnya untuk menyediakan solar non subsidi, setidaknya untuk
mengatasi kesulitan mendapatkan solar subsidi.
Kita tahu bahwa solar adalah sumber daya alam yang
jumlahnya terbatas dan tidak dapat diperbaharui. Sedangkan Bus maupun kendaraan
lainnya sangat bergantung akan bahan bakar minyak ini. Jadi menurut saya untuk
jangka panjangnya yaitu dengan membuat terobosan baru, yaitu mencari bahan
bakar lain selain solar yang mampu menjadi alternatif energy penggerak
mesin. Sekarang semua Negara
berlomba-lomba menciptakan kendaraan yang tidak berbahan bakar minyak. Ada yang
melakukan penemuannya menggunakan tenaga surya untuk menggerakkan mesin
kendaraan, ada yang menggunakan biogas, ada juga yang menggunakan listrik
seperti yang dilakukan di Indonesia. Namun saya rasa pemerintah kurang
menghargai hasil-hasil temuan para pemuda-pemudi Bangsa Indonesia. Seharusnya Pemerintah
tak hanya juga menghargai, tapi juga mewadahi dengan fasilitas-fasilitas yang
diperlukan, agar temuan-temuan tersebut menjadi lebih bisa diimplementasikan di
kehidupan nyata. Mungkin saja suatu saat, akan ada bus yang tidak menggunakan
solar, tapi menggunakan tenaga listrik ataupun air sebagai elemen penggerak
mesin, hal ini sangat inovatif karena dapat membuat murahnya tarif bus dan juga
mengurangi polusi udara, dan keadaan ini akan sangat menguntungkan bagi semua
kalangan masyarakat.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar