BAB 1.
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan manusia, pengangkutan memegang peranan yang sangat penting.
Demikian juga halnya dalam dunia perdagangan, bahkan pengangkutan memegang
peranan yang mutlak, sebab tanpa pengangkutan perusahaan akan mengalami
kesulitan untuk dapat berjalan. Nilai suatu barang tidak hanya tergantung dari
barang itu sendiri, tetapi juga tergantung pada tempat dimana barang itu
berada, sehingga dengan pengangkutan nilai suatu barang akan meningkat.
Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut
dengan penumpang/pengirim, dimana
pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau
orang dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan
pengirim mengikatkan diri untuk membayar angkutan. Dari pengertian
diatas dapat diketahui bahwa pihak dalam perjanjian pengangkut adalah
pengangkut dan pengirim. Sifat dari perjanjian pengangkutan adalah perjanjian
timbal balik, artinya masing-masing pihak mempunyai kewajiban-kewajiban
sendiri-sendiri. Pihak pengangkut berkewajiban untuk menyelenggarakan
pengangkutan barang atau orang dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu
dengan selamat, sedangkan pengiriman berkewajiban untuk membayar uang angkutan.
Pada dasarnya fungsi pengangkutan adalah untuk memindahkan
barang atau orang dari suatu tempat yang lain dengan maksud untuk meningkatkan
daya guna dan nilai. Jadi dengan pengangkutan maka dapat diadakan
perpindahan barang-barang dari suatu tempat yang dirasa barang itu kurang
berguna ketempat dimana barang –barang tadi dirasakan akan lebih bermanfaat.
Pengangkutan tidak hanya
meliputi pengangkutan barang, namun juga manusia/orang yang mendapat pelayanan
pengangkutan. Semisal seseorang dapat bepergian menggunakan jasa pengangkutan
yang ada di masyarakat.
Pengangkutan
terbagi menjadi tiga yaitu pengangkutan darat, pengangkutan laut, dan pengangkutan
udara. Selanjutnya kami akan menuntaskan dan membahas tentang pengangkutan
udara.
1.2
RUMUSAN MASALAH
Ø apa dasar hukum
yang digunakan di Indonesia dalam jasa pengangkutan udara
Ø bagaimana
perjanjian pengangkutan ini dibuat?
Ø apa bentuk
tertulis yang diakui di mata hukum bahwa seseorang telah melakukan suatu
perjanjian pengangkutan?
Ø Bagaimana bentuk
perlindungan jasa terhadap pengguna jasa pengangkutan udara?
Ø Bagaimana bentuk
tanggung jawab oleh pihak pengangkut terhadap pengguna jasa?
Ø Bagaimana
penggunaan prinsip tanggung jawab oleh pihak pengangkut terhadap suatu
kerugian?
Ø Apa yang membuat
pengangkut tidak menanggung suatu kerugian terhadap kerugian tertentu dalam
proses pengangkutan?
1.3 TUJUAN
Ø Dapat memehami
bagaimana system pelayanan jasa pengangkutan udara.
Ø Mampu memahami
sejauh mana Undang-undang berperan dalam memuat aturan-aturan dalam perjanjian
khususnya perjanjian pengankutan udara.
Ø Memahami hak dan
kewajiban masing-masing pihak , disini yaitu pihak pengangkut dan pihak
terangkut, yang sama-sama memiliki kekuatan hukum yang dilindungi
Ø Mengetahui
berbagai resiko dan bentuk tanggung jawab apabila terjadi kerugian atas pihak
yanhg wan prestasi
BAB II.
PEMBAHASAN
A.DASAR
HUKUM
Pengaturan pengangkutan udara terdapat dalam Undang-undang No.1 tahun 2009 tentang Penerbangan. Selain itu juga terdapat dalam Ordonansi Pengangkutan Udara (OPU) S.100 tahun 1939 yang sebagian besar aturan-aturan tersebut mengacu pada Konvensi Warsawa tahun 1929.
B. PERJANJIAN PENGANGKUTAN UDARA
Dalam Ordonansi Pengangkutan Udara juga dalam Undang-undang No. 1 tahun 2009 tidak ada ketentuan yang mengatur tentang perjanjian baik mengenai pengertiannya ataupun mengenai cara-cara mengadakan serta sahnya perjanjian pengangkutan udara. Perjanjian pengangkutan merujuk pada syarat-syarat sahnya perjanjian pengangkutan, dengan demikian perjanjian pengangkutan udara mempunyai sifat consensus artinya adanya kata sepakat antara para pihak perjanjian pengangkutan dianggap ada dan lahir.
perjanjian
ini mengikat pihak pengangkut (misal; maskapai penerbangan) dan pihak terangkut
(penumpang maupun benda). Biasanya perjanjian pengangkutan udara berupa standart contract, dimana klausula atau
aturan-aturan telah dibuat oleh pihak pengangkut.
C. DOKUMEN PENGANGKUTAN
Mengingat perjanjian bersifat knsensuil, maka pencatatan dokumen pengangkutan sama sekali tidak ada hubungannya dengan lahirnya pengangkutan. Namun dokumen pengangkutan ini berfungsi sebagai alat bukti yang mempunyai kekuatan hukum serta penjelasan atas hak dan kewajiban pihak. Dokumen pengangkutan diatur dalam Ordonansi Pengangkutan Udara 1939.
Dokumen
pengangkutan dalam pengangkutan udara terdiri dari : (Pasal 150 UU No. 1/09)
a. tiket penumpang pesawat udara;
b. pas masuk pesawat udara (boarding pass);
c. tanda pengenal bagasi (baggage identification/claim tag); dan
d. surat muatan udara (airway bill).
a. tiket penumpang pesawat udara;
b. pas masuk pesawat udara (boarding pass);
c. tanda pengenal bagasi (baggage identification/claim tag); dan
d. surat muatan udara (airway bill).
D.PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGGUNA JASA PANGANGKUTAN UDARA
Berbicara mengenai perlindungan hukum, maka berbicara sejauh mana hukum serta aturan yang ada menegaskan dilaksanakannya tanggung jawab masing-masing pihak. Oleh karenannya secara teoritis terdapat aturan yang mengatur mengenai batasan tanggung jawab khususnya bagi pelaku usaha pengangkutan udara, namun bukan berarti mengesampingkan hak mereka sebagai pelaku usaha. Dalam hal ini tetap mengutamakan keseimbangan hak dan kewajiban antara pelaku usaha dan pengguna jasa sesuai dengan Asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan yang tersebut dalam UU No. 1 tahun 2009 tentang Penerbangan.
E. TANGGUNG JAWAB DALAM PENGANGKUTAN UDARA
Secara teoritis sebagaimana yang telah dirumuskan dalam forum-forum internasional yang menghasilkan konvensi-konvensi acuan pengangkutan udara dunia, dikenal adanya prinsip-prinsip sebagai berikut:2
a.Liability
Based on Fault Principle
Prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan, dalam hal ini penggugatlah yang harus membuktikan gugatannya.
b.Rebuttable Presumption of Liability Principle
Tanggung jawab atas dasar praduga, berlaku asas pembuktian terbalik, dimana pihak yang tergugatlah yang harus membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah.
c.Strict Liability
Prinsip tanggung jawab mutlak, pihak yang menimbulkan kerugian selalu bertanggung jawab tanpa melihat ada atau tidaknya kesalahan atau tidak melihat siapa yang bersalah
F.PENGGUNAAN PRINSIP TANGGUNG JAWAB
Pertanyaan selanjutnya yang muncul ialah “Apakah aturan tentang pengangkutan udara di Indonesia menggunakan prinsip-prinsip tersebut diatas?”.
Pada Undang-undang No 1 tahun 2009 pengaturan mengenai tanggung jawab pengangkut dapat dilihat pada pasal 141 – 147.
Pasal 141
(1)Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat udara.
(2)Apabila kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) timbul karena tindakan sengaja atau kesalahan dari pengangkut atau orang yang dipekerjakannya, pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dan tidak dapat mempergunakan ketentuan dalam undang-undang ini untuk membatasi tanggung jawabnya.
Aturan ini menggunakan Prinsip Tanggung jawab Mutlak (Strict Liability) , dimana pada ayat tersebut disebutkan bahwa pengangkut dikenai tanggung jawab tanpa melihat ada tau tidaknya kesalahan yang dari pengangkut.
Pada Ordonansi Pengangkutan Udara 1939, pengangkut masih dapat menyangkal keharusan bertanggung jawab asal dapat membuktikan bahwa pengangkut telah mengambil tindakan untuk menghindarkan kerugian atau bahwa pengangkut tidak mungkin untuk mengambil tindakan tersebut. Hal ini menggambarkan prinsip atas dasar Praduga, seperti yang disebut dalam pasal 24 ayat (1), 25 ayat (1), 28 dan 29 OPU;
Prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan, dalam hal ini penggugatlah yang harus membuktikan gugatannya.
b.Rebuttable Presumption of Liability Principle
Tanggung jawab atas dasar praduga, berlaku asas pembuktian terbalik, dimana pihak yang tergugatlah yang harus membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah.
c.Strict Liability
Prinsip tanggung jawab mutlak, pihak yang menimbulkan kerugian selalu bertanggung jawab tanpa melihat ada atau tidaknya kesalahan atau tidak melihat siapa yang bersalah
F.PENGGUNAAN PRINSIP TANGGUNG JAWAB
Pertanyaan selanjutnya yang muncul ialah “Apakah aturan tentang pengangkutan udara di Indonesia menggunakan prinsip-prinsip tersebut diatas?”.
Pada Undang-undang No 1 tahun 2009 pengaturan mengenai tanggung jawab pengangkut dapat dilihat pada pasal 141 – 147.
Pasal 141
(1)Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat udara.
(2)Apabila kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) timbul karena tindakan sengaja atau kesalahan dari pengangkut atau orang yang dipekerjakannya, pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dan tidak dapat mempergunakan ketentuan dalam undang-undang ini untuk membatasi tanggung jawabnya.
Aturan ini menggunakan Prinsip Tanggung jawab Mutlak (Strict Liability) , dimana pada ayat tersebut disebutkan bahwa pengangkut dikenai tanggung jawab tanpa melihat ada tau tidaknya kesalahan yang dari pengangkut.
Pada Ordonansi Pengangkutan Udara 1939, pengangkut masih dapat menyangkal keharusan bertanggung jawab asal dapat membuktikan bahwa pengangkut telah mengambil tindakan untuk menghindarkan kerugian atau bahwa pengangkut tidak mungkin untuk mengambil tindakan tersebut. Hal ini menggambarkan prinsip atas dasar Praduga, seperti yang disebut dalam pasal 24 ayat (1), 25 ayat (1), 28 dan 29 OPU;
G. KERUGIAN YANG TIDAK DITANGGUNG PENGANGKUT.
Pengangkut tidak akan mengganti rugi , apabila ;
1.ia dapat
membuktikan bahwa ia dan semua buruhnya telah mengambil segala tindakan yang
perlu untuk menghindarkan kerugian;
2.ia dapat membuktikan bahwa ia tidak mungkin mengambil tindakan pencegahan itu;
3.kerugian itu disebabkan oleh kesalahan yang menderita itu sendiri;
4.kesalahan penderita kerugian membantu terjadinya kerugian itu.
Dari penjelasan diatas, aturan mengenai tanggung jawab tadi merupakan salah satu bentuk perlindungan hukum bagi para pihak khususnya pengguna jasa angkutan udara. Tanggung jawab yang ditegaskan dalam undang-undang tadi akan meningkatkan kualitas dalam pemberian kenyamanan, pelayanan serta keselamatan bagi penumpang. Artinya secara normatif perlindungan hukum bagi penumpang telah ada, tinggal bagaimana pelaksanaan dari aturan tadi.
2.ia dapat membuktikan bahwa ia tidak mungkin mengambil tindakan pencegahan itu;
3.kerugian itu disebabkan oleh kesalahan yang menderita itu sendiri;
4.kesalahan penderita kerugian membantu terjadinya kerugian itu.
Dari penjelasan diatas, aturan mengenai tanggung jawab tadi merupakan salah satu bentuk perlindungan hukum bagi para pihak khususnya pengguna jasa angkutan udara. Tanggung jawab yang ditegaskan dalam undang-undang tadi akan meningkatkan kualitas dalam pemberian kenyamanan, pelayanan serta keselamatan bagi penumpang. Artinya secara normatif perlindungan hukum bagi penumpang telah ada, tinggal bagaimana pelaksanaan dari aturan tadi.
H. CONTOH ANALISIS TERHADAP
PELAYANAN PENGANGKUTAN UDARA (MASKAPAI
PT. SRIWIJAYA AIR)
·
H.1 JIKA DALAM PELAKSANAAN TERJADI
KESALAHAN BAIK DISENGAJA MAUPUN TIDAK
Dalam BW :
1236. si berutang adalah wajib
memberikan biaya ganti rugi dan bunga kepada si berpiutang, apabila ia telah
membawa dirinya dalam keadaan tak mampu menyerahkan kebendaannya, atau tidak
merawat sepatutnya guna menyelamatkannya.
Dalam setiap perjanjian pasti ada
konsekuensi di setiap adanya kesalahan, baik disengaja maupun tidak disengaja.
Hal ini dapat dilihat dari subjek yang melakukan wanprestasi. Konsekuensi
dari Kesalahan yang dilakukan oleh
debitur berbeda dengan kesalahan yang dibuat oleh kreditur. Semisal kesalahan
yang dibuat oleh maskapai sriwijaya air adalah dengan melakukan ketidak
hati-hatian dalam penerbangannya hingga mengakibatkan kecelakaan dengan
meninggalnya penumpang. Kesalahan yang dibuat oleh penumpang misalnya dengan
memalsukan identitas, membawa barang yang dilarang dalam pesawat.
·
H.2 GANTI RUGI TERHADAP KESALAHAN
PENGANGKUTAN
Dalam BW:
1243.
penggantian biaya rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan apabila
si berhutang dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau
jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya hanya dapat diberikan atau
dibuat nya dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya
1249. jika
dalam suatu perikatan ditentukannya, bahwa si lalai yang memenuhinya, sebagai
ganti rugi harus membayar sejumlah uang tertentu. Maka kepada pihak yang lain
tak boleh diberikan suatu jumlah yang lebih, maupun yang kurang pada jumlah
itu.
Dalam
perjanjian baku tersebut telah tegas dijelaskan kesalahan-kesalahan yang dibuat
oleh pihak penumpang dan pihak P.T Sriwijaya Air. Kesalahan-kesalan dari
masing-masing pihak memili konsekuensi sendiri-sendiri.
Apabila
kesalahan terjadi pada pihak penumpang, seperti yang disebutkan
dalam tiket penumpang point TIKET HILANG:
1.
Ticket hilang atau rusak
menjadi tanggung jawab pemilik ticket sendiri
2.
SRIWIJAYA AIR tidak akan
memberikan ganti rugi atas kehilangan ticket penumpang baik dalam bentuk uang
atau penggantian ticket baku.
Hal ini terlihat bahwa kesalahan ada pada pihak penumpang,
yang dengan sengaja ataupun tidak sengaja telah mengghilangkan tiket pesawat
yang merupakan bukti otentik. Penumpang wajib menanggung resikonya sendiri. P.T
Sriwijaya Air tidak akan menanggung rugi atas hilangnya tiket penumpang.
Contoh lain
kesalahan yang dibuat oleh pihak penumpang, pada point PEMBATALAN TICKET:
1.
Untuk menghindari terkena biaya karena
adanya pembatalan, diharuskan agar pembatalan dilaksanakan selambat-lambatnya
jam 12.00 satu hari sebelum ytanggal/hari keberangkatan.
2.
Calon penumpang dengan status konfirm
(OK), jika tidak jadi berangkat tanpa membatalkan pembukuannya dan atau
melaporkan setelah jam 12.00 , akan dikenakan biaya pembatalan sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh perusahaan (SRIWIJAYA AIR).
Hal ini terlihat bahwa kesalahan pada
pihak penumpang yang membatalkan pemberangkatan dengan tidak melapor, atau
melapor setelah jam 12.00. pihak penumpang akan mengganti rugi dengan dikenai
biaya pembatalan oleh SRIWIJAYA AIR.
Contoh
lain yang dibuat oleh pihak penumpang pada point PENTING:
1. Bagi
penumpang yang memiliki tiket dengan status konfirm diwajibkan memastikan
pembukuannya paling lambat jam 12.oo waktu setempat satu hari sebelum tanggal
keberangkatan.
2. Apabila
penumpang dalam perjalanan domestik singgah di suatu kota lebih dari 24 jam,
diwajibkan memastikan pembukuannya untuk perjalanan lanjutan/kembalidengan
menghubungi kantor SRIWIJAYA AIR di kota
yang disinggahi paling lambat jam 12.00 waktu setempat.
3. Apabila
penumpang tidak melakukan kepastian pembukuan sesuai dengan batas waktu yang
ditetapkan dapat berakibat terkena pembatalan pembukuan.
hal ini terlihat bahwa kesalahan ada
pada pihak penumpang yang tidak memastikan pembukuannya terhadap P.T Sriwijaya
Air setempat pada waktu yang telah ditentukan, ma puihak penumpang dianggap
telah membatalkan pembukuan. Resiko ada pada pihak penumpang.
Apabila
terjadi kesalahan pada pihak maskapai penerbangan P.T Sriwijaya Air,
seperti yang dijelaskan dengan tegas dalam tiket penumpang yaitu dalam syarat perjanjian peraturan dalam negeri
point 6:
a.
Pengangkut bertanggung jawab atas
kerugian-kerugian yang timbul pada penumpang da n bagasi dengan mengingat pada
syarat-syarat dan batas-batas yang ditentukan dalam Ordonansi Pengangkutan
Udara Indonesia (Sbtl. 1939/100) dan syarat-syarat umum pengangkutan dari
pengangkut..
b.
Bila penumpang saat penerimaan bagasi
tidak mengajukan protes, maka dianggap bagasi itu telah diterima dalam keadaan
baik dan lengkap.
c.
Semua tuntutn ganti-kerugian harus
dapat dibuktikan besarnya kerugian yang diderita. Tanggung jawab terbatas untuk
kehilangan dan kerusakan bagasi ditetapkan sejumlah maksimum Rp.20.000,00
perkilogram
Hal ini terlihat bahwa kesalahan ada
pada pihak pengangkut, yang dengan tidak sengakja membuat kerusakan terhadap
bagasi yang dimiliki oleh penumpang. P.T
Sriwijaya Air mengganti kerusakan bagasi sejumlah Rp.20.000,00
perkilogramnya sebagai bentuk ganti rugi kepada pihak penumpang.
Dalam point d dan e dalam syarat
perjanjian peraturan dalam negeri:
d.
Pengangkut udara tidak bertanggung
jawab terhadap kerusakan barang-barang pecah belah/ cepat busuk dan binatang
hidup jika diangkut sebagai bagasi.
e.
Pengangkut udara tidak bertanggung
jawab terhadap uang, perhiasan dokumen-dokumen serta surat berharga atau
sejenisnya jika dimasukkan dalam bagasi.
Hal ini terlihat bahwa kesalahan
dilakukan oleh P.T Sriwijaya Air dengan ketidak sengajaan atas rusaknya
barang-barang didalam bagasi penumpang. Namun dalam hal ini pihak maskapai
penerbangan tidak akan mengganti rugi atas akibat yang dibuat oleh maskapai
penerbangan dan resiko akan dikembalikan ke penumpang. Penumpang tidak dapat
menuntut ganti rugi atas kesalahan tersebut.
·
H.3 KLAUSULA TAMBAHAN
Dalam BW :
1263. suatu
perikatan dengan suatu syarat tangguh adalah suatu perikatan yang bergantung
pada suatu peristiwa
yang masih akan datang dan tyang masih belum tentuakan terjadi, atau yang
bergantung pada suatu hal yang sudah terjadi tapi tidak diketahui oleh kedua
belah pihak.
Dalam hal yang sama perikatan tidak
dapat dilaksanakan sebelum peristiwa telah terjadi; dalam hal yang ke dua
perikatan mulai berlaku sejak hari ia dilahirkan
Klausula yang ditambahkan dalam tiket
penumpang Sriwijaya Air adalah:
“Penumpang
yang namanya tercantum dalam tiket ini dipertanggung jawabkan pada P.T Asuransi
Kerugian Jasa Raharja berdasarkan Undang-undang No. 33/1964, Juncto peraturan
–peraturan pelaksanaanya.”
Hal ini
memberikan kepastian pada penumpang, bahwa pihak ansuransi yang mempertanggung
jawabkan keselamatan penumpang penerbangan Sriwijaya Air adalah P.T Jasa
Raharja.
·
H.4 KENSEKUENSI HUKUM YANG DILAKUKAN KETIKA
TERJADI SUATU PELANGGARAN
Dalam BW :
1239.
tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu atau tidak untuk berbuat sesuatu,
apabila sesuatu, apabila si berutang tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan
penyelesaian dalam kewajiban dalam memberikan penggantian biaya, rugi, dan
bunga.
Pihak maskapai penerbangan telah
menyebutkan dengan tegas dan jelas dalam tiket penumpang bentuk-bentuk
kesalahan yang dilanggar dan konsekuensi atas ganti rugi dalam kesalahan
tersebut. Kesalahan yang dibuat oleh penumpang, resiko akan ditanggung oleh
penumpang. Dan apabila kesalahan dibuat oleh P.T Sriwijaya Air akan ditanggung
oleh P.T Sriwijaya Air dengan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam tiket
pesawat atau ditanggung oleh penumpang sendiri, yang dilihat dalam bentuk
kesalahannya.
KATA PENUTUP
KESIMPULAN:
Sesuai dengan pengangkutan udara yang telah diatur oleh Undang-undang ,
bahwa setiap pihak memiliki hak, kewajiban dan tanggung jawab masing-masing
yang dilindungi dan diakui dimata hukum apabila terdapat bukti tertulis. Resiko
akan ditanggung oleh pihak yang dimana kriterianya dikategorikan melalui
prinsip tanggung jawab, hak, kewajiban dan tanggung jawab memiliki kekuatan hukum,
dimana apabila ada salah satu pihak yang wan prestasi, maka pihk yang lain
berhak mengklaim atau menuntut dengan ganti rugi. Perjanjian memang perjanjian
privat yang dibuat oleh pihak pengangkut dan disetujui opeh pengguna jasa
angkut, namun terdapat pihak ketiga yaitu pemerintah yang menjembatani hubungan
diantara keduanya dengan membentuk Undang-undang tentang pengangkutan udara,
agar terjadi hubungan keseimbangan antara pihak pengangkut dan pengguna jasa
pengangkutan. Disini terbukti dengan adanya klausula yang terdapat dalam
dokumen pengangkutan adalah bersumber dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
KRITIK DAN SARAN:
Demikian makalah dari kami yang mengulas tentang “Pengangkutan
Udara”. Masih banyak kekurangan dalam
penyelesaian makalah kami karena keterbatasan referensi, kritik dan saran dosen
pembimbing serta membaca dibutuhkan dalam proses koreksi diri kami untuk
membuat makalah yang lebih baik lagi suatu hari. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi kita semua. Amin
Surabaya 20 Maret 2013
Penulis

Thx, artikel yang bagus... untuk download draf perjanjian pengangkutan barang dalam format word (.doc), silahkan kunjungi:
BalasHapushttp://www.legalakses.com/download-draf-perjanjian-jasa-pengangkutan-barang/